Semarang, NU Online
Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin mengajak seluruh masyarakat untuk saling menghormati dan memupuk rasa persaudaraan selama bukan puasa. Ramadhan sebagai bulan mulia, tepat sebagai momentum untuk menyucikan jiwa dan menata lisan serta tindakan.
<>
Ia mengingatkan, umat Islam agar tidak meminta orang lain menghormati orang yang berpuasa. Karena yang berpuasa juga perlu menghormati ada saudaranya yang tidak menjalankan puasa.
Termasuk, lanjut dia, umat muslim sendiri yang tidak berkewajiban berpuasa di bulan Ramadhan alias bisa diganti di bulan lain. Yakni seperti wanita muslimah yang sedang haid atau nifas, ibu hamil atau menyusui, orang jompo, orang sakit, musafir, dan anak-anak yang belum baligh.
"Menghormati itu tindakan yang lebih mulia dibandingkan dengan dihormati. Tentu semua orang sadar bahwa umat Islam berpuasa di bulan Ramadhan, namun juga harus dimengerti ada sebagian saudara kita yang sedang tidak berpuasa," katanya usai membuka "Halaqah Pengembangan Leadership Pimpinan Pondok Pesantren" yang diselenggarakan Direktorat Pendidikan Agama Islam Kementerian Agama Republik Indonesia di Hotel Aston, Semarang, Sabtu (13/6).
Menag menyatakan, umat Islam yang baik tentu tidak akan memaksa pihak lain menghormati dirinya, karena menghormati itu harus wujud kesadaran diri dari pihak lain. Lebih buruk lagi jika keinginan dihormati itu dilakukan dengan melakukan kekerasan.
“Orang puasa itu melaparkan diri untuk melatih menahan hawa nafsu. Lha merasa lapar kok marah-marah kepada orang lain yang dia inginkan harus menghormati puasanya. Cara-cara kekerasan harus dihindari,” tandasnya.
Itulah sebabnya ia mempersilakan warung-warung tetap buka, tidak perlu ditutup, apalagi secara paksa. Namun bila pemilik warung menutup warung, itu juga patut dihormati.
Menurutnya, masyarakat sudah punya cara kompromi yang bagus soal warung, yaitu warung-warung yang buka di siang hari, menutup sebagian warungnya sehingga tidak terlihat terang-terangan kalau buka. Pembeli tetap bisa masuk melalui pintu yang dibuka sebagian atau di balik kain.
“Tidak boleh ada paksaan untuk menutup warung di bulan puasa. Bila ada yang sukarela menutup warungnya, tentu kita hormati. Tapi Muslim yang baik tidak memaksa orang lain menutup sumber mata pencahariannya demi tuntutan hormati yang sedang puasa,” ujarnya.
Dia tambahkan, warung yang buka di bulan puasa itu tidak mesti berarti mendorong orang untuk tidak berpuasa. Namun bisa jadi menyediakan makanan untuk orang non muslim atau muslimin yang tidak berpuasa seperti anak-anak, kaum musafir, orang sakit, orang jompo yang lemah, perempuan yang sedang haid, hamil, menyusui.
Terkait dengan penentuan awal Ramadhan 1436 Hijriah, Menag menjelaskan, Kementerian Agama bersama ulama, kiai, tokoh ormas Islam, dan pakar ilmu falak/astronomi akan melakukan sidang isbat pada Selasa (16/6) petang di Jakarta.
Ia sebutkan adanya kemungkinan kesamaan waktu awal puasa, karena kemungkinan hilal tidak terlihat di tanggal 29 Sya’ban. Jadi kemungkinan besar digenapkan 30 hari, sehingga Ramadhan akan dimulai 18 Juni.
"Ada kemungkinan hilal tidak terlihat pada Selasa 29 Sya’ban besok. Maka mungkin diputuskan istikmal atau penyempurnaan Sya’ban 30 hari, sehingga puasa dimulai pada 18 Juni 2015," ujarnya. (Ichwan/Abdullah Alawi)