Nasional

Menag Nasaruddin Tekankan Pentingnya Ekoteologi untuk Atasi Perubahan Iklim

Kamis, 2 Oktober 2025 | 17:30 WIB

Menag Nasaruddin Tekankan Pentingnya Ekoteologi untuk Atasi Perubahan Iklim

Menag Nasaruddin saat membuka Musabaqah Qira’atil Kutub (MQK) Nasional Ke-8 dan MQK Internasional Ke-1 tahun 2025 di Pesantren As’adiyah, Wajo, Sulawesi Selatan, Kamis (2/10/2025). (Foto: dok. Kemenag)

Wajo, NU Online

Menteri Agama (Menag) Prof KH Nasaruddin Umar menekankan pentingnya gerakan ekoteologi sebagai upaya menghadapi dampak perubahan iklim.


Hal itu ia sampaikan saat membuka Musabaqah Qira’atil Kutub (MQK) Nasional ke-8 dan MQK Internasional ke-1 tahun 2025 di Pesantren As’adiyah, Wajo, Sulawesi Selatan, Kamis (2/10/2025).

Kegiatan yang mengusung tema Merawat Lingkungan dan Menebar Perdamaian ini menjadi momentum bersejarah karena untuk pertama kalinya santri Indonesia berkompetisi membaca kitab kuning bersama delegasi internasional.


Menag Nasaruddin menegaskan bahwa MQK bukan sekadar ajang perlombaan, melainkan juga wadah silaturahmi ulama, santri, dan akademisi lintas negara.


“Merawat lingkungan dan menjaga perdamaian adalah tema kita. Kaitannya dengan perubahan iklim dan persoalan perang yang harus segera diakhiri,” ujarnya.


Ia mengungkapkan bahwa perubahan iklim telah merenggut hingga empat juta jiwa per tahun, sedangkan konflik dan peperangan menelan sekitar 67 ribu korban jiwa per tahun.


“Ini jumlah yang sangat besar dan harus menjadi perhatian kita,” kata Menag Nasaruddin.


Menurutnya, krisis iklim terjadi akibat perilaku manusia yang tidak semestinya dalam memperlakukan alam. Karena itu, bahasa agama perlu mengambil peran dalam menyadarkan umat.


“Di sinilah perlunya bahasa agama mengambil peran,” ujarnya.


Ia berharap MQK tahun ini menjadi ruang pembahasan ajaran agama tentang pentingnya menjaga alam melalui gerakan ekoteologi.


“Mari kita eksplorasi ajaran turats tentang pelestarian lingkungan,” ujar Menag.


“Kini saatnya Kementerian Agama (Kemenag) mensponsori apa yang kami sebut sebagai ekoteologi, yakni kerja sama antara manusia, alam, dan Tuhan,” lanjutnya.


Lebih lanjut, Menag Nasaruddin menegaskan bahwa MQK Internasional juga menjadi sarana diplomasi budaya pesantren untuk meneguhkan Islam rahmatan lil alamin di mata dunia.


“Pesantren adalah poros perdamaian. Kita ingin menunjukkan bahwa Islam Indonesia tumbuh dengan dakwah yang ramah, penuh persaudaraan, dan menghormati budaya,” jelasnya.


Menghidupkan semangat Golden Age
Menag Nasaruddin berharap, MQK tahun ini dapat menjadi titik awal kebangkitan peradaban Islam modern. Ia menyinggung masa kejayaan Islam pada era Khalifah Harun Al-Rasyid di Baghdad yang melahirkan ilmuwan besar seperti Al-Khawarizmi, Ibnu Sina, Al-Farabi, hingga Ibnu Rusydi.


“Kita berharap MQK Internasional dapat melahirkan kembali generasi ilmuwan muslim yang bukan hanya piawai membaca kitab, tetapi juga mampu memberi solusi atas tantangan zaman, menjaga perdamaian, dan melestarikan lingkungan,” pungkasnya.


Pembukaan MQK Internasional perdana ini ditandai dengan penanaman pohon di halaman Pesantren As'adiyah, Sengkang, Wajo, Sulawesi Selatan.