Kitab Turats Jadi Rujukan Ekoteologi dan Kurikulum Cinta dalam MQK 2025
NU Online · Kamis, 2 Oktober 2025 | 13:30 WIB
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama Prof Amien Suyitno saat menyampaikan sambutan pada Jamuan Makan Malam MQK Nasional Ke-8 dan MQK Internasional Ke-1 di Gedung Serbaguna Dermawan, Rabu (1/10/2025). (Foto: NU Online/Saiful Amar)
Rikhul Jannah
Kontributor
Wajo, NU Online
Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) Nasional Ke-8 dan MQK Internasional Ke-1 Tahun 2025 mengusung tema Dari Pesantren untuk Dunia: Merawat Lingkungan dan Menebar Perdamaian dengan Kitab Turats.
Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama (Dirjen Pendis Kemenag) Amien Suyitno mengatakan bahwa kitab-kitab turats atau kitab kuning akan menjadi rujukan penting dalam membangun ekoteologi di lingkungan pesantren maupun sekolah.
Suyitno menambahkan bahwa dalam MQK tahun ini akan diterapkan kurikulum berbasis cinta untuk menjawab isu-isu global, salah satunya mengenai isu lingkungan tangkat internasional.
“Kementerian Agama berjejaring secara internasional, lebih lagi, kitab turats atau kitab kuning akan menjadi role model untuk ekoteologi,” ujarnya dalam Jamuan Makan Malam MQK di Gedung Serbaguna Dermawan, Sengkang, Wajo, Sulawesi Selatan, Rabu (1/10/2025).
“Sekaligus, arahan dari Pak Menteri Agama (Prof Nasaruddin Umar) agar memastikan kurikulum berbasis cinta juga menjadi gerakan penting nanti dalam isu-isu, dalam MQK tahun ini,” sambung Suyitno.
Menurutnya, pengangkatan tema ekoteologi bukan tanpa alasan. Kitab turats diyakini selalu kontekstual dan relevan dengan perkembangan zaman, termasuk isu-isu besar dunia di antaranya lingkungan dan perubahan iklim.
Ia menjelaskan bahwa MQK tahun ini didesain agar para peserta, dewan juri, hingga kafilah dapat mengontekstualisasi pembahasan kitab kuning dengan persoalan lingkungan.
“Tetapi tema MQK tahun ini mengusung ekoteologi menjadi bagian penting supaya terdesiminasi bahwa kitab-kitab turats itu kitab-kitab kontekstual yang selalu relevan dengan isu-isu global,” katanya.
Suyitno berharap kitab turats dapat menjadi rujukan dalam membangun ekoteologi dan kurikulum berbasis cinta untuk menjawab permasalahan dunia.
“Kita angkat bahkan menjadi tema karena anak-anak, dewan juri atau hakim, dan juga para kafilah di MQK tahun ini diharapkan bisa mengontekstualisasi isu-isu itu,” katanya.
“Makanya sengaja mengangkat isu-isu tersebut dalam konteks turats supaya para pesantren, para santri juga tidak lepas dari kontkes mengaji kitab kuning,” sambungnya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa dewan juri dalam MQK telah dibekali dengan pedoman teknis dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas, yang telah dirumuskan dan disosialisasikan sebelumnya.
“Dalam ujiannya itu akan ada tema-tema terkait lingkungan, salah satunya. Ada tema lingkungan, climate change, dan ekoteologi, tapi sekali lagi kita tidak mendikte dewan hakim, tetapi mereka sudah tahu SOP yang sudah kita rumuskan dan sosialisasikan sebelumnya,” ucap Suyitno.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Kerusakan Alam dan Lalainya Pemangku Kebijakan
2
Khutbah Jumat: Mari Tumbuhkan Empati terhadap Korban Bencana
3
Pesantren Tebuireng Undang Mustasyar, Syuriyah, dan Tanfidziyah PBNU untuk Bersilaturahmi
4
20 Lembaga dan Banom PBNU Nyatakan Sikap terkait Persoalan di PBNU
5
Gus Yahya Persilakan Tempuh Jalur Hukum terkait Dugaan TPPU
6
Khutbah Jumat: Mencegah Krisis Iklim dengan Langkah Sederhana
Terkini
Lihat Semua