Menghadirkan Gus Dur di Tengah Pandemi yang Penuh Depresi dan Kecemasan
Jumat, 31 Desember 2021 | 01:45 WIB
Jakarta, NU Online
Dampak pandemi Covid-19 salah satunya ialah meningkatnya jumlah orang yang menghadapi masalah kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan. Bangsa Indonesia membutuhkan usaha-usaha berjamaah untuk bangkit dan mengatasi masalah-masalah akibat pandemic Covid-19 yang tak mudah itu dengan cara yang lebih kreatif dan efektif.
“Karena itu peringatan setahun (haul) wafatnya Gus Dur kali ini mengangkat tema Bangkit Bersama dengan Bahagia,” terang puteri kedua KH Abdurrahman Wahid yang juga menjadi Ketua Panitia Yenny Zannuba Wahid Haul ke-12 Gus Dur, Kamis (30/12/2021).
Tema itu terinspirasi dari pernyataan Gus Dur yang amat popular: “begitu saja kok repot”. Pesan di balik pernyataan ini, jelas Yenny, sebetulnya tidak mesti diartikan sebagai sikap menggampangkan masalah, tetapi memuat pesan agar setiap kita selalu berusaha dan memahami masalah dan cara-cara penyelesaiannya.
Yenny mencontohkan sikap Gus Dur di masa-masa sulit ketika menjadi Presiden. “Saya tahu Gus Dur ketika itu menghadapi masalah-masalah amat sulit. Tapi di hadapan kami dan rakyat beliau seperti melihat masalahnya mudah, bahkan sering disampaikan dengan humor. Sebab, kata Gus Dur, humor itu ekspresi kewarasan paling top. Jadi, kita tetap harus bahagia, sesulit apa pun masalah yang kita hadapi agar tidak makin terpuruk,” terang dia.
Untuk keluar dari masa-masa sulit ini, jelas Yenny, Indonesia punya modal. Meski di masa sulit akibat pandemi, Indeks Kebahagiaan Dunia tahun ini justru naik dari tahun sebelumnya. Pada 2021 Indonesia menempati peringkat ke 82 dari 149 negara, sedang pada 2020 berada di angka 84. Meski masih harus bekerja keras mengatasinya, tahun ini jumlah warga miskin yang berkurang.
Laporan BPS menyebut Maret 2021, warga berstatus miskin sebesar 10,14 persen atau sebanyak 27,54 juta. Angka ini turun dibanding September 2020, namun masih lebih tinggi dibandingkan kondisi sebelum pandemi pada September 2019. Pertumbuhan ekonomi kuartal III-2021 juga dilaporkan naik sebesar 3.51 persen (year on year/yoy).
Modal itu, tambah Yenny, tidak dapat membantu banyak jika bangsa Indonesia masih disibukkan segregasi bahkan politisasi identitas agama, keyakinan, etnis, dan status sosial.
“Kami percaya masalah ini bisa kita lakukan. Sebab kita punya pengalaman yang masih kita saksikan hari ini. Banyak sekali aksi sosial warga saling membantu warga lainnya dari dampak pandemi tanpa harus membeda-bedakan agama/keyakinan,” terangnya.
Data Kementerian Kesehatan menyebut pandemi menyebabkan angka gangguan mental dan depresi di kalangan usia produktif terkerek hingga 6,5 persen. Gangguan itu terjadi umumnya karena lama berdiam di rumah dan karena kehilangan pekerjaan. Data ini kemungkinan besar tidak termasuk jumlah kecemasan dan stres minor di kalangan perempuan dan anak-anak.
Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), per Agustus 2021, sebanyak 21,32 juta penduduk usia kerja Indonesia terdampak pandemi Korana-19. Sebagian mereka kehilangan atau berhenti bekerja dan menjadi pengangguran atau bukan angkatan kerja (BAK), dan sementara tidak bekerja, atau mengalami pengurangan jam kerja.
Meningkatnya tingkat depresi dan kecemasan ini juga menjadi tantangan global. Data sebuah penelitian yang terbit pada jurnal medis The Lancet, memperkirakan pada 2020 terdapat tambahan 52 juta orang menderita gangguan depresi mayor dan tambahan 76 juta kasus kecemasan. Kondisi ini banyak terjadi, terutama di negara-negara dengan beban kesehatan mental terbesar, tingkat kasus yang tinggi, dan pembatasan pergerakan.
Tahun ini peringatan tahunan meninggalnya Gus Dur memasuki usia ke-12. Perhelatan kali ini digelar dalam bentuk campuran (hybrid) dalam jaringan dan luar jaringan. Kegiatan dalam jaringan dengan peserta terbatas dilakukan dari empat lokasi: kediaman keluarga Gus Dur di Ciganjur Jakarta Selatan, Pesantren Tebuireng Jawa Timur, dan Jerman.
Selain tahlil bersama, Haul Gus Dur juga diisi dengan gelaran seni dan shalawat yang dilantunkan cucu-cucu almarhum Gus Dur, testimoni sejumlah duta besar, tokoh nasional, tokoh agama, seniman, sahabat dan murid Gus Dur.
Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Kendi Setiawan