Menjadi Pahlawan dengan Bangun Kesejahteraan dan Buat Karya
Jumat, 19 November 2021 | 19:20 WIB
Presiden Perserikatan Organisasi Kepemudaan Nasional (Poknas) Ryano Panjaitan saat Diskusi Refleksi Hari Pahlawan yang digelar PP IPNU di Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Jumat (19/11/2021). (Foto: NU Online/Syakir NF)
Jakarta, NU Online
Pahlawan adalah sebuah istilah bagi orang yang telah melakukan perjuangan dengan penuh penggorbanan dalam membela kebenaran. Istilah ini sangat lekat dengan pejuang yang berkorban untuk kemerdekaan negeri.
Presiden Perserikatan Organisasi Kepemudaan Nasional (Poknas) Ryano Panjaitan menyampaikan bahwa menjadi pahlawan saat ini adalah dengan membangun kesejahteraan. Sebab, bangsa ini telah merdeka dan berdemokrasi. Sementara ekonomi saat ini masih lebih banyak dikuasai pihak asing.
"PR kita bersama perjuangan kesejahteraan,” katanya saat Diskusi Refleksi Hari Pahlawan yang digelar Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PP IPNU) di Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Jumat (19/11/2021).
Oleh karena itu, ia mengajak seluruh kader IPNU harus berbuat banyak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan tersebut. Sebab, kesenjangan sosial saat ini terasa semakin tajam. Berbagai kemudahan memanjakan orang sekarang. Tetapi di sisi lain, hal tersebut justru menjauhkan yang dekat dan mendekatkan yang jauh. Mau apa saja, saat ini cukup dengan menekan layar ponsel masing-masing.
Jika peta sudah tampak sedemikian jelas, tinggal bagaimana orang sekarang menentukan posisinya. “Lantas mau menjadi apa kita ini? Sebagai apa di era ini? Apa kita inisiator? Apa kita ini kreator? Atau hanya sebagai konsumer? Atau bahkan lebih jauh hanya sebagai korban?” tanyanya.
Sebab, menurutnya, tidak sedikit yang masuk rumah sakit jiwa gegara keranjingan bermain game online. Padahal ada dua sisi mata uang dalam menggunakan teknologi masa kini. Ia mencontohkan sebuah aplikasi media sosial. Semua informasi yang menunjang pengetahuan ada di aplikasi tersebut. Namun sebaliknya, segala informasi yang buruk juga terdapat di sana.
Oleh karena itu, yang haram bukanlah media sosialnya, tetapi bagaimana memanfaatkan itu sebagai hal positif. “Mulai tuh berdikari,” katanya.
Oleh karena itu, ia menggagas aktivisipreneur, sebuah upaya untuk menyatukan dunia aktivisme dan entrepreneurship. Hal ini, jelasnya, agar nuansa pemikiran tidak an sich terhadap politik kekuasaan. Langkah pertama untuk ke sana sebetulnya sebagai anak muda harus sejahtera dulu.
"Aktivis hanya politik an sich. Entrepreneur hanya provit oriented yang notabene individualis. Ini aktivis sosialis dan jiwa entrepreneur," lanjut alumnus Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir itu.
Ryano berharap agar organisasi kepemudaan ini mulai berpikir untuk mengembangkan entrepreneurship, selain pendidikan dan pelatihan. Ia mencontohkan satu materi yang perlu didiskusikan bersama, yaitu melek investasi. Jadi, lanjutnya, bukan saja pada sektor riil, tetapi juga pasar kedua (secondary market). "Program inilah yang harus dilakukan di masa perjuangan kesejahteraan," katanya.
"Tongkat estafet perjuangan kebangsaan ini ada di kita semua. Mulai dari sekarang, haluan politik kekuasaan harus menjadi politik kesejahteraan dengan cara halalan toyyiba," lanjutnya.
Dengan program ini, imbuh Ryano, kita bisa masuk untuk menjaga legasi pahlawan. NU harus mandiri ekonomi, tidak boleh tergantung.
Sementara itu, Tenaga Ahli Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Zaki Mahendra Z melihat bahwa kepahlawanan masa kini perlu ditunjukkan dengan adanya sebuah karya. Dengan karya tersebut, gagasan dapat didiskusikan oleh generasi berikutnya sehingga tercipta kader-kader yang lebih baik.
"Karya itu akan didiskusikan sehingga proses pembelajaran kader akan terus terwujud sehingga menjadi pribadi lebih baik lagi,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Ketua Umum PP IPNU Aswandi Jailani menyampaikan bahwa pelajar sekarang harus mengambil spirit kepahlawanan untuk mewujudkan kemerdekaan negeri.
"Merdeka artian di sini apa? Ya, kita bebas. Kita tidak ada kesenjangan kemiskinan, kebodohan. Tapi apakah kita sekarang sudah merdeka 100 persen? Belum. Tanggung jawab siapa? Tanggung jawab kita sebagai pelajar. Tanggung jawab kita sebagai pemuda Indonesia," katanya.
Hal ini, menurutnya, agar kesenjangan tersebut dapat diatasi bersama. Hal tersebutlah yang harus dipelajari betul-betul untuk diaktualisasikan dan diperjuangkan bersama.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan