Bekasi, NU Online
Nabi Muhammad SAW lahir di tengah-tengah masyarakat Arab yang ketika itu, memiliki dua ciri. Pertama, dari sisi peradaban, masyarakatnya ummiyyin atau buta huruf. Kedua, dari sisi agama, masyarakatnya dholalim-mubin atau dalam keadaan gelap dan tersesat.
"Nabi Muhammad sendiri buta huruf. Tidak pernah sekolah, tidak pernah ngaji. Tidak lebih dari 10 orang saja yang bisa baca-tulis ketika Nabi lahir," kata Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj dalam peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Universitas Mitra Karya, Bekasi, Jumat (22/11) malam.
Dulu, lanjutnya, masyarakat Arab juga masih banyak yang menyembah batu dan pohon. Itulah yang dimaksud dari kalimat dalam Al-Qur'an yang berbunyi dholalim-mubin.
"Bukan saya anti-arab, bukan. Jangan salah paham. Tetapi memang Al-Qur'an yang menggambarkan seperti itu. Saat Nabi lahir, orang Arab itu primitif, buta huruf, terbelakang, jahiliyah, serta dalam keadaan tersesat dari sisi teologi," kata kiai asli Cirebon ini.
Surat Al-Jumuah ayat 2, dikutip oleh Kiai Said, menyatakan Nabi diutus di tengah-tengah bangsa yang buta huruf dan tersesat. Kemudian, di dalam ayat selanjutnya, Nabi diperintah untuk membangun masyarakat.
"Metode pertama (Surat Al-Jumuah ayat 3) adalah yatlu 'alaihim aayaatih. Yaitu Nabi memperkenalkan Al-Qur'an kepada orang-orang Arab yang jahiliyah itu," kata Pengasuh Pesantren Luhur Ats-Tsaqafah, Ciganjur, Jakarta ini.
Lalu Nabi mendapatkan reaksi yang beragam. Ada yang mengatakan bahwa Nabi pandai membaca mantra, pembaca puisi, penyanyi, bahkan tukang sihir. Sebab bagi masyarakat Arab yang jahiliyah itu, Nabi Muhammad membaca kalimat-kalimat aneh yang sebelumnya tidak pernah ada.
Namun demikian, banyak juga orang yang saat mendengar lantunan ayat suci Al-Qur'an, langsung seketika itu mendapatkan hidayah. Salah satu contohnya adalah Umar bin Khattab.
"Umar adalah preman, jawara. Peminum alkohol dan pemabuk ulung. Dia pernah membunuh anak putrinya, mengubur hidup-hidup anaknya di usia 7 tahun, dan pernah menghamili anaknya sendiri," kata Kiai Said.
Suatu hari, Umar mendengar kabar bahwa adiknya yang bernama Fatimah binti Khattab dengan sang suami Sa'id bin Zaid bin Nufail telah memeluk agama Islam. Umar marah dan langsung mendatangi rumah adiknya.
Setibanya di sana, Umar mendobrak pintu. Saat pintu terbuka, dia melihat Fatimah sedang membaca Al-Qur'an, surat Toha. Dengan tiba-tiba, Umar lemas saat mendengar ayat-ayat itu dibacakan, padahal semula dia ingin memarahi adiknya yang memeluk Islam itu. Namun saat mendengar lantunan Al-Qur'an, yang berbahasa Arab itu, Umar ambruk.
"Al-Qur'an diturunkan untuk menyelamatkan umat manusia. Al-Qur'an diturunkan tidak membuat celaka kamu sekalian. Diturunkan dari Tuhan yang menciptakan bumi dan langit. Dia adalah arrahman, yang menguasai arasy dan seluruh jagat raya," kata Kiai Said, memaknai Surat Toha ayat pertama hingga kelima yang membuat Umar lemas itu.
Lalu, setelah mendengar pembacaan Al-Qur'an oleh adiknya itu, Umar justru menanyakan keberadaan Nabi Muhammad. Adiknya pun menjawab, bahwa Nabi Muhammad sedang berada di rumah Al-Arqam bin Abil Arqam.
"Umar langsung lari. Mendatangi Nabi lalu mengetuk pintu. Di dalam rumah itu ada Nabi dengan para sahabatnya sedang berdiskusi. Saat melihat Umar datang, para Sahabat ketakutan, mengira Umar akan marah-marah," kisah Kiai Said.
Namun, Nabi dengan tenang membuka pintu dan mengatakan, “Saya semalam berdoa: Allahumma a-izzal Islam bi ahadi umarayn (Ya Allah kuatkanlah Islam dengan salah satu Umar).”
"Kalau bukan Umar bin Khattab, ‘Amr bin Hisyam atau Abu Jahal. Tapi hidayah jatuh kepada Umar bin Khattab bukan kepada ‘Amr bin Hisyam. Umar masuk ke dalam rumah itu, baca syahadat, dan memeluk Islam. Semua sahabat gembira menyambut keislaman Sayyidina Umar bin Khattab," jelas Kiai Said.
Kontributor: Aru Elgete
Editor: Abdul Muiz