Mitigasi Emisi Tidak Akan Berhasil Tanpa Adaptasi Perubahan Iklim
Kamis, 25 November 2021 | 23:00 WIB
Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBINU) M Ali Yusuf. (Foto: NU Online)
Jakarta, NU Online
Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBINU), M Ali Yusuf mengatakan, berdasarkan Pakta Iklim Glasgow (The Glasgow Pact) hasil KTT perubahan iklim (COP26) di Glasgow 31 Oktober-13 November 2021, hal yang penting dan mendasar dilakukan untuk mengatasi krisis iklim adalah aksi-aksi nyata, baik terkait mitigasi maupun adaptasi perubahan iklim.
"Kita tidak cukup kalau hanya melakukan mitigasi mengurangi emisi meski dengan sekuat tenaga upaya yang dilakukan, jika hal yang penting dan mendasar tidak didahulukan. Sebab mitigasi emisi tidak akan berhasil tanpa adaptasi perubahan iklim,” kata Ali Yusuf saat dimintai keterangan NU Online usai acara Forum Grup Discusion (FGD) Lingkungan Hidup dan Iklim, Rabu (14/11/21).
Dikatakan, jika mitigasi dimaksudkan untuk menekan atau mengurangi emisi, sementara situasi saat ini dampak perubahan iklim semakin dirasakan khususnya oleh kelompok rentan, bahkan berdampak sangat luas pada kehidupan masyarakat. Maka aksi adaptasi yang harus dilakukan adalah terkait upaya penguatan kapasitas masyarakat, dan penguatan katahanan masyarakat untuk menghadapi dampak perubahan iklim.
"Hal itu penting dilakukan karena dampak perubahan iklim khususnya ancaman bencana hidrometeorologi semakin tinggi intensitasnya, dan terjadi secara merata hampir pada semua daerah di Indonesia," kata Ali yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Humanitarian Forum Indonesia (HFI) itu.
Selain itu, aksi-aksi tersebut tidak bisa dilakukan oleh pemerintah saja, tapi harus ada andil dari semua pihak khususnya masyarakat. Oleh karena itu, menurut Ali peningkatan awareness masyarakat terkait perubahan iklim berikut dampak dan cara pengendaliannya menjadi keniscayaan.
"Peningkatan kesadaran masyarakat tentu akan lebih efektif jika dilakukan secara kolaboratif dan berbasis kajian kerentanan, risiko, dan dampak perubahan iklim. Maka di sinilah seharusnya peran pemerintah untuk dapat memfasilitasi inisiasi dan aksi dari masyarakat, baik mitigasi maupun adaptasi dari semua kelompok masyarakat, serta kolaborasi multi-stakeholder," ungkap pria kelahiran Bojonegoro itu.
Pada FGD yang diselenggarakan Komisi Rekomendasi Mutktamar Ke-34 NU itu, Ali menegaskan, pemerintah tidak cukup hanya mengeluarkan kebijakan, tetapi juga wajib menyediakan pendanaan yang memadai jika ingin berhasil melakukan pengendalian perubahan iklim.
Pakta Iklim Glasgow
Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim PBB atau Conference of the Parties (COP26) di Glasgow, Skotlandia, mulai 31 Oktober hingga 13 November 2021 lalu, Indonesia memberikan pandangan terkait dengan beberapa spesifik elemen dalam keputusan COP26.
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sekaligus Ketua Delegasi Indonesia pada COP 26, Laksmi Dhewanthi menyampaikan, Pakta Iklim Glasgow (The Glasgow Pact), yang disebut sebagai kesepakatan iklim pertama, secara eksplisit berencana untuk mengurangi batu bara yang disebut sebagai bahan bakar fosil terburuk untuk gas rumah kaca, tidak sepenuhnya dapat disepakati seluruh negara pihak.
"Pakta Iklim Glasgow (The Glasgow Pact) mendesak pengurangan emisi yang lebih ambisius, dan menjanjikan lebih banyak uang untuk negara-negara berkembang untuk membantu mereka beradaptasi dengan dampak iklim. Tapi banyak negara pihak yang menggarisbawahi bahwa janji itu tidak cukup jauh untuk membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 derajat Celcius," ungkap Laksmi dikutip dari menlhk.go.id.
Menurut Laksmi, pada akhirnya negara-negara pihak sepakat untuk menghentikan secara bertahap dari pada menghapus batu bara. Meskipun beberapa pihak mengekspresikan kekecewaannya, namun kesepakatan tersebut setidaknya merefleksikan adanya kondisi nasional yang berbeda-beda.
"Pada Pleno Penutupan COP26, kami (Indonesia) menyampaikan penghargaan kepada Pemerintah dan rakyat UK, khususnya penerimaan dan keramahan penduduk Glasgow-Skotlandia. Indonesia juga mengapresiasi kerja luar biasa dari Sekretaris Eksekutif dan Sekretariat UNFCCC, semua Ketua dan Wakil Ketua, semua Co-Fasilitator, negara-negara pihak dan para pengamat," pungkasnya.
Kontributor: Anty Husnawati
Editor: Kendi Setiawan