Munas NU 2025: Hukum Kekerasan di Lembaga Pendidikan adalah Haram
Sabtu, 8 Februari 2025 | 19:00 WIB
![Munas NU 2025: Hukum Kekerasan di Lembaga Pendidikan adalah Haram](https://storage.nu.or.id/storage/post/16_9/mid/bahstul-masail-waqiah-news-nuo08022025_1739014539.webp)
Suasana sidang Komisi Bahstul Masail Waqi'iyah di Munas NU 2025 di Hotel Sultan Jakarta. (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama 2025 melalui Sidang Komisi Bahtsul Masail Waqi’iyah memberikan perhatian khusus pada isu kekerasan di lembaga pendidikan terutama di pesantren.
Ketua Sidang Komisi Bahtsul Masail Waqi’iyah, KH Muhammad Cholil Nafis mengatakan bahwa hukum kekerasan di lembaga pendidikan yang dapat menimbulkan mudharat (menderitakan atau bahaya) adalah haram. Isu ini merupakan isu tambahan yang diusulkan oleh Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
"Ini ada masukan dari Mustasyar, kemudian disampaikan didalam forum tentang kekerasan di lembaga pendidikan,” ujarnya dalam Sidang Pleno Munas Alim Ulama NU di Hotel Sultan, Jakarta Pusat pada Kamis (6/2/2025).
Ia menyampaikan bahwa kasus kekerasan di lembaga pendidikan saat ini menggunakan nama menegakkan kedisiplinan atau aturan. "Kadang-kadang sekarang mengatas nama disiplin pendidikan,” katanya.
Kiai Cholil Nafis mengatakan salah satu kasus di pesantren yaitu ketika guru ingin menegakkan kedisiplinan kepada muridnya menggunakan kertas, namun setelah itu sang guru justru diadili di kepolisian hingga masuk kejeruji besi.
"Sangking takut melakukan kekerasan, lalu orang (murid) hanya dikeplak pakai koran atau pakai buku (oleh gurunya), orang (si guru) dipenjarakan," katanya.
Rais Syuriyah PBNU itu menyampaikan mengenai rincian jawaban lebih lanjut dan rinci akan dilanjutkan dalam forum Bahtsul Masail selanjutnya.
"Jadi ada dilema definisi apa itu kekerasan. Adapun rinciannya akan dilanjutkan dalam forum Bahtsul Masail Maudhuiyyah atau forum Bahtsul Masail Syuriah,” katanya.
Senada, Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU, Alai Nadjib mengatakan bahwa konsep pendisiplinan dalam Islam yang membolehkan memukul, itu perlu dikaji ulang.
"Dalam konsep Islam seperti memukul untuk menertibkan itu mulai dikaji ulang dan disorot, yang seperti apa? Itu kan yang kira-kira intoleren dan tidak," katanya.
"Apa pun tindakan di luar keseharian, misalnya ketika sudah mulai menyentuhnya dengan tangan atau alat, baik menggunakan alat yang ringan sekalipun seperti kertas itu juga dianggap termasuk tindak kekerasan,” lanjutnya.
Alai menegaskan perlunya ada rincian konsep kedisiplinan di lembaga pendidikan supaya tidak membahayakan guru maupun murid.
“Konsep pendisiplinan, jenis-jenis kekerasan, apa yang dilihat diperbolehkan sebagai pendisplinan dan tidak, itu harus ada studi lebih lanjut, kalau komitmennya tadi para kiai sudah setuju kalau menimbulkan mudharat, berbahaya itu tidak boleh,” ucapnya.
"Selama ini kita melihat, ada yang sampai meninggal, ada yang sampai ditenggelamkan di kolam, mungkin sangking marahnya tenaga pendidik, itu kan tidak bisa ditoleransi, tentu saja kita masih melihat besaran-besarannya, belum pada rincian-rinciannya dan melihat kasus per kasus," tambahnya.
Ia menyampaikan bahwa saat ini PBNU telah memiliki satuan tugas (satgas) antikekerasan yang menjadi garda terdepan untuk menanggulangi kasus kekerasan di lingkungan pendidikan. PBNU melalui satgas ini akan terus bekerja sama dengan kemitraan internal serta eksternal dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
"Pasti kita akan lebih sigap untuk mengawal semua isu-isu ini untuk menuju maslahat," ujar Sekretaris LBM PBNU itu.
Rikhul Jannah