Cirebon, NU Online
Materi yang dikandung RUU tentang pangan dinilai lebih menonjolkan orientasi impor, membuka pasar bebas, dan desentralisasi tanpa kendali. Ketentuan yang tersurat dalam pasal-pasal keamanan pangan, standarisasi mutu, dan pemenuhan gizi juga diangap potensial memberatkan rakyat kecil.<>
Pandangan ini mencuat dalam bahtsul masail diniyyah qonuniyyah atau pembahasan masalah keagamaan terkait persoalan perundang-undangan dalam Munas NU 2012, Ahad (16/9), di Pondok Pesantren Kempek Cirebon. Bahtsul masail diikuti sekurangnya 70 peserta merupakan kiai dan ahli fikih dari berbagai wilayah se-Indonesia.
Klausul yang digugat antara lain Pasal 15 yang menyatakan bahwa sumber penyediaan pangan berasal dari produk pangan dalam negeri, cadangan pangan, dan pemasukan pangan dari luar negeri. Dengan ketidakberdayaan kekuatan pangan dalam negeri, terbukanya importasi pangan bagi asing, terlebih tanpa kendali, akan mengancam kesejahteraan rakyat yang kebanyakan adalah petani.
Perdebatan hangat sempat terjadi di antara musyawirin (peserta Munas), namun akhirnya forum sepakat RUU pangan bermasalah, setidaknya di Pasal 15, 27,105, dan 118. Keputusan didasarkan pada sejumlah ayat al-Qur’an, Sunnah Nabi, dan sejumlah pendapat ulama yang bersinggungan dengan kemaslahatan umat, kewajiban pemerintah, dan pentingnya ketahanan pangan dalam negeri.
Sidang bahtsul masail yang dipimpin KH Hasyim Abbas Mun’im dan Ketua PBNU Prof Dr Ir KH Maksum Mahfudh ini sedang terus membahas sejumlah UU dan akan merekomendasikan kepada pemerintah beberapa poin terkait pangan nasional.
Redaktur: A. Khoirul Anam
Penulis : Mahbib Khoiron