Surabaya, NU Online
Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof Muhammad Nuh mengatakan dalam rangka 1 Abad NU, ada baiknya NU melakukan kontemplatif rekonstruktif yaitu apa rahasia NU bisa mencapai 1 abad. Sebab, tidak banyak organisasi yang bisa mencapai 1 abad.
"Dalam rangka 1 abad ini, ada baiknya kita melakukan kontemplatif rekonstruktif dari perjalanan yang menjelang 100 tahun ini apa ya rahasinya? Kok NU ini, para muasis, para masyayikh, para pendiri para pendahulu itu kok tambah naik apa rahasianya?" ujarnya pada sambutan International Conference Islam Nusantara and World Peace dengan tema Mendigdayakan Nahdlatul Ulama, Menjemput Abad Kedua, Menuju Kebangkitan Baru di Auditorium Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Ahad (5/2/2022).
Menurutnya jika bisa menangkap dan mampu meneruskan ide-ide yang genuin dari muassis Nahdlatul Ulama. Maka, di dalam memasuki abad yang ke 2 bukan lagi inkremental (berkembang sedikit demi sedikit) tetapi eksponensial (pertumbuhan kuantitas).
"Karena kebutuhan masyarakat itu sifatnya eksponensial. Maka kehadiran NU, kemanfaatan NU juga harus memberikan manfaat secara eksponensial. Kalau tidak, ada gap antara yang dibutuhkan masyarakat dengan kemampuan NU untuk memberikan kemanfaatannya, dan gap itulah yang menjadikan beban kita sendiri," imbuhnya.
Lebih lanjut pria yang merupakan Ketua Yayasan Rumah Sakit Islam (Yarsis) Surabaya tersebut mengungkapkan bahwa NU harus bergeser dalam cara memandang. Seperti dalam pengembangan Universitas Nahdlatul Ulama yang tadinya menggunakan pendekatan best practice yaitu universitas yang paling top dipelajari, dipakai, dan diadopsi. Maka di abad kedua harus bergeser ke feature practice.
"Sehingga kita bergeser dari followers menjadi leader, orang lain lah yang harus belajar kepada UNU-UNU yang ada di Indonesia. Kalian semua harus bergeser pola pandangnya menjadi kemampuan memungkinkan yang belum mungkin atau tidak mungkin," tegasnya.
Prof Nuh mengatakan bahwa 1 Abad NU merupakan reuni akbar para wali, paras muassis, para pendiri, para pejuang NU. Maka harus menyiapkan kehadiran-kehadiran mereka dengan suguhan-suguhan yang paling disukai yaitu keilmuan.
"Oleh karena itu ada yang namanya Tasfirul Afkar, itu adalah ilmu. Harus kita bangun tradisi keilmuan. Gerakan-gerakan pemikiran yang mungkin berbeda dengan kita, tidak bisa dilawan dengan gerakan fisik, karena nggak nyambung. Pemikiran harus dilawan dengan pemikiran pula, tesis antitesis sintesis," pungkasnya.
Kontributor: Malik Ibnu Zaman
Editor: Kendi Setiawan