Niat Puasa Ramadhan Sebulan Penuh, Lengkap Arab dan Terjemah
Senin, 11 Maret 2024 | 14:15 WIB
Jakarta, NU Online
Salah satu aspek penting yang harus diperhatikan saat menjalankan puasa ramadhan adalah niat. Niat puasa merupakan syarat sahnya puasa dan merupakan salah satu rukun puasa.
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai niat puasa Ramadhan sebulan penuh. Menurut tiga mazhab selain Malikiyyah, diperlukan niat yang diulang setiap hari. Namun, menurut Mazhab Malikiyyah, cukup menjamak niat puasa sebulan di malam pertama bulan Ramadhan. Hal ini berarti tidak perlu mengulangi niat setiap hari.
Baca Juga
11 Tips Sehat Jalankan Puasa Ramadhan
Niat puasa sebulan penuh
KH A. Idris Marzuqi dalam kitab Sabil al-Huda menjelaskan lafaz niat puasa ramadhan sebulan penuh:
نَوَيْتُ صَوْمَ جَمِيْعِ شَهْرِ رَمَضَانِ هَذِهِ السَّنَةِ تَقْلِيْدًا لِلْإِمَامِ مَالِكٍ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى
Artinya, “Aku niat berpuasa di sepanjang Ramadhan tahun ini dengan mengikuti Imam Malik, fardhu karena Allah.”
Dewan Pembina Pesantren Raudlatul Qur’an, Geyongan Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat, Ustadz M. Mubasysyarum Bih, menjelaskan bahwa meskipun mayoritas penduduk Indonesia mengikuti mazhab Syafi’i, dalam hal niat puasa sebulan penuh, mereka mengadopsi teori mazhab Maliki.
"Tetapi dalam kasus niat puasa sebulan ini mereka dibimbing oleh para kiai dan masyayikh untuk mengadopsi teorinya mazhab Maliki dalam praktik niat di awal Ramadhan," ujar Ustadz Mubasysyarum dalam artikel di NU Online.
"Menurut tiga mazhab selain Malikiyyah, wajib mengulangi niat di setiap kali puasa. Sedangkan menurut pendapat Malikiyyah cukup untuk menjamak (mengumpulkan) niat puasa sebulan di malam pertama bulan Ramadhan. Mereka tidak mewajibkan mengulangi niat di hari berikutnya," imbuhnya.
Dalil membaca niat puasa ramadhan sebulan penuh
Banyak masjid dan mushala saat malam pertama Ramadhan masyarakat dibimbing oleh para tokohnya untuk bersama-sama melaksanakan niat puasa sebulan versi mazhab Malikiyyah. Namun demikian, tuntunan tersebut bukan berarti menyimpulkan tidak perlu niat di hari-hari berikutnya. Masyarakat tetap dibimbing untuk rutin melaksanakan niat puasa setiap hari.
Hal tersebut dilakukan sebagai langkah antisipasi bila mana di kemudian hari lupa niat, puasanya tetap sah dan bisa diteruskan, sebab dicukupkan dengan niat puasa sebulan penuh di awal Ramadhan. KH A. Idris Marzuqi dalam Sabil al-Huda yang berisikan tentang himpunan wadhifah dan amaliyah menegaskan bahwa:
"Untuk berjaga-jaga agar puasa tetap sah ketika suatu saat lupa niat, sebaiknya pada hari pertama bulan Ramadhan berniat taqlid (mengikut) pada Imam Malik yang memperbolehkan niat puasa Ramadhan hanya pada permulaan saja. Dan adanya cara tersebut bukan berarti membuat kita tidak perlu lagi niat di setiap harinya, tetapi cukup hanya sebagai jalan keluar ketika benar-benar lupa (KH. A. Idris Marzuqi, Sabil al-Huda, hal. 51).
Problem muncul ketika di awal Ramadhan tidak dapat menjalankan puasa, semisal wanita yang tengah mengalami menstruasi. Pertanyaannya adalah bisakah seseorang yang baru bisa berpuasa setelah hari pertama Ramadhan berniat puasa versi pendapat Imam Malik di atas?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Mubasysyarum Bih menegaskan perlu memahami konteks dan alasan mengapa pendapat Malikiyyah memperbolehkan menjamak niat di awal Ramadahan.
Para fuqaha Malikiyyah menegaskan bahwa alasan dicukupkannya satu kali niat untuk puasa satu bulan adalah karena satu bulan penuh puasa Ramadhan dihukumi satu kesatuan, sehingga niat di awal Ramadhan sudah mencukupi untuk hari berikutnya.
Selama sebulan, umat Islam diwajibkan berpuasa tanpa ada jeda, seperti satu paket barang tanpa dicampuri sesuatu yang lain. Oleh karenanya, mazhab Maliki membedakan antara puasa yang wajib dilakukan secara berkelanjutan tanpa ada jeda, seperti Ramadhan, dan jenis puasa yang tidak wajib dilakukan secara berkelanjutan, seperti qadha puasa Ramadhan.
Puasa jenis pertama, karena dilakukan secara terus-menerus tanpa ada jeda berbuka, maka dihukumi satu kesatuan. Sedangkan jenis puasa kedua karena diperbolehkan untuk memberi jeda waktu tidak berpuasa, tidak dihukumi satu kesatuan antara satu puasa dengan puasa yan lain.
Untuk puasa jenis kedua, bila diniati untuk dilakukan secara berkelanjutan, maka ulama Malikiyyah berbeda pendapat, sebagian versi menyatakan dihukumi satu kesatuan, sedangkan versi yang lain tidak dihukumi satu kesatuan.
Oleh karenanya, puasa Ramadhan boleh diniati secara jama’ (dikumpulkan) dalam satu hari, sedangkan untuk puasa qadha Ramadhan harus diniati sendiri-sendiri di setiap harinya.
Syekh Muhammad bin Yusuf al-Ghurnathi, salah seorang pakar fiqih mazhab Maliki menegaskan:
(وكفت نية لما يجب تتابعه) اللخمي: أما ما تجب متابعته كرمضان وشهري الظهار وقتل النفس ومن نذر شيئا بعينه ومن نذر متابعة ما ليس بعينه فالنية في أوله لجميعه تجزئه.
“Dan cukup niat sekali untuk puasa yang wajib dilakukan secara terus-menerus. Imam al-Lakhmi mengatakan, Adapun puasa yang wajib dilakukan terus-menerus seperti Ramadhan, dua bulan puasa dhihar, puasa denda pembunuhan, orang yang bernazar puasa pada hari tertentu, orang yang bernazar terus-menerus berpuasa yang tidak ditentukan harinya, maka niat di awal mencukupi untuk keseluruhannya.”
ابن رشد: وأما ما كان من الصيام يجوز تفريقه كقضاء رمضان وصيامه في السفر وكفارة اليمين وفدية الأذى فالأظهر من الخلاف إذا نوى متابعة ذلك أن تجزئه نية واحدة يكون حكمها باقيا وإن زال عينها ما لم يقطعها بنية الفطر عامدا، وأما ما لم ينو متابعته من ذلك فلا خلاف أن عليه تجديد النية لكل يوم.
“Ibnu Rusydi berkata, adapun puasa yang boleh dipisah seperti qadha Ramadhan, puasa Ramadhan saat bepergian, denda sumpah, fidyah al-adza (denda bagi orang ihram yang melanggar keharaman saat ihram), maka pendapat yang jelas dari ikhtilaf ulama bahwa bila ia bermaksud melakukan puasa tersebut secara terus-menerus, maka mencukupi baginya satu niat, hukum satu niat tersebut akan menetap meski hilang sosoknya selama tidak diputus dengan niat berbuka puasa secara sengaja. Adapun orang yang tidak berniat melakukannya secara terus-menerus, maka tidak ada ikhtilaf bahwa ia berkewajiban untuk memperbarui niat di setiap harinya” (Syekh Muhammad bin Yusuf al-Ghurnathi al-Maliki, al-Taj wa al-Iklil, juz.3, hal. 338).
Mencermati referensi di atas, maka diperbolehkan bagi seseorang yang baru bisa berpuasa di hari kedua, ketiga, dan seterusnya untuk niat puasa sebulan sebagaimana tuntunan dalam mazhab Maliki. Sebab tidak ada Fariq (titik perbedaan) antara niat sebulan berpuasa di awal Ramadhan dan hari berikutnya.
"Di hari ke berapa pun niat dilakukan, tetap masuk dalam sebuah titik temu, sepanjang hari bulan Ramadhan dihukumi seperti satu kesatuan. Dan seperti yang telah di jelaskan di atas, anjuran niat puasa sebulan mengikuti mazhab Maliki adalah sebagai langkah antisipasi mana kala di kemudian hari lupa niat puasa. Artinya niat puasa tetap rutin dilakukan di setiap hari," jelasnya.