Nasional

PBNU Persoalkan Beban Utang Asing RI

Jumat, 24 April 2015 | 06:02 WIB

Jakarta, NU Online
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengangkat isu utang luar negeri pada muktamar NU 2015 Agustus mendatang. Para pengurus NU menganggap perlunya pembahasan ini mengingat jumlah utang negara terhadap pinjaman luar negeri semakin membengkak. Data terakhir BI menyebutkan utang asing Indonesia mencapai angka Rp. 3.832 triliun per akhir Februari 2015.
<>
Ketua PBNU H Imam Aziz mempertanyakan pemerintah RI dalam mengalokasi utang asing tersebut. Menurutnya, pemerintah RI perlu mengatur sedemikian rupa dalam menggunakan APBN. Kucuran anggaran mesti sesuai pada kebutuhan.

“Untuk apa saja utang uang itu. Kok bisa sedemikian besar?” kata H Imam pada rapat sidang komisi Maudhu’iyah di Jakarta pada Rabu-Kamis (22-23/4).

Ia menyayangkan APBN yang terlalu boros untuk biaya rutin. “Sebesar 61% hanya untuk biaya rutin itu. Kita boros anggaran juga untuk pegawai. Mestinya, pekerjaan yang bisa digarap 1 orang, tidak perlu melibatkan banyak orang.”

Sementara Abdul Jalil, salah seorang peserta rapat mengajukan sejumlah pertanyaan perihal utang luar negeri ini. Ia mempersoalkan secara fiqih hukum utang luar negeri  yang dilakukan pemerintah, BI maupun swasta.

Bolehkah, tanya Jalil, melakukan peminjaman luar negeri sementara yang membayar ialah generasi Indonesia di masa mendatang? Ia juga mempermasalahkan utang luar negeri dilaksanakan tidak sesuai dengan perjanjian antara penghutang dan yang diutang.

Secara etis, pemerintah harus menjawab untuk siapa pinjaman tersebut.

Yang paling mendasar, kata Jalil, separah apa kondisi pemerintah hingga harus berutang. Kalau bukan untuk kepentingan yang bersifat mendasar sekali, pemerintah menurutnya tidak perlu berutang. “Secara kejiwaan, sekali meminjam kecenderungan untuk terus meminjam akan ada. Hadir ketergantungan,” tegas Jalil.

Yang perlu kita tekankan kepada pemerintah, usul Ketua LBM PBNU, adalah pembatasan utang luar negeri oleh pemerintah. Kita harus mendorong upaya maksimal pemerintah maupun swasta untuk membayar utang yang ada selama ini.

“Efiensi anggaran ini yang mutlak untuk membayar utang luar negeri seperti usul H Imam tadi,” kata Kiai Arwani. (Alhafiz K)


Terkait