Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Gorontalo H. Muhajirin Yanis mengatakan, cara beragama masayarakat Islam di Gorontalo secara umum adalah Ahlussunah wal Jama’ah. Mereka melakukan tahlilan, ziarah kubur, tarawih 20 rakaat, sebagaimana dilakukan umat Islam di Nusantara.
Sehingga, kata dia, NU punya peluang besar utuk dikembangkan di daerah tersebut. “Pengembangan NU akan berjalan lancar karena kulturnya sama dengan apa yang menjadi kultur NU,” jelasnya di Bone Bolango, Gorontalo, Kamis siang (26/5).
Namun, lanjut dia, dari aspek kelembagaan masih lemah karena sedikit orang yang terlibat dalam struktur itu sendiri. “Kita harapkan dari anak-anak muda yang kemudian akan dewasa untuk ikut membantu,” tambahnya.
Untuk menjembatani masalah itu, PWNU terus membangun komunikasi seperti menggunakan medias sosial. “Kita tentu tidak berharap kumpul semua jika ada acara.”
Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia tahun 90-an ini menilai, Konsolidasi sudah jalan. Alhamdulillah badan otonom berjalan, terbangun komunikasi cukup bagus, dia ntaranua kegiatan seperti ini adalah komunikasi yang baik.
Meski di ujung kepengurusan periode pertama, ia masih memiliki cita-cita unggulan yaitu ingin memiliki kantor PWNU sebagai pusat kegiatan. “Supaya tugas-tugas organisasi berjalan dengan baik, juga sebagai simbol organisasi yang eksis, perlu ada gedung sekretariat, baik wilayah maupun cabang,” jelasnya.
Gorontalo sebagai PWNU terbilang baru karena provinsi tersebut dibentuk 15 tahun lalu. Setelah resmi menjadi provinsi, 2 tahun kemudian dibentuk pengurus wilaya dengan ketua Ismet Mileh, periode selanjutnya Karim Pateda. Ketika masih berstatus kabupaten, NU sudah masuk ke Gorontalo sejak tahun 50-an, ketika menjelang Pemilu pertama. (Abdullah Alawi)