Kemiskinan masih menjadi salah satu fokus masalah yang dihadapi oleh banyak negara termasuk Indonesia. Kondisi negara Indonesia yang luas dengan persebaran penduduknya di banyak pulau, termasuk pulau terluar dan kawasan pedalaman, terkadang menjadi faktor angka kemiskinan dan pemerataan ekonomi tidak bisa dilakukan secara serentak.
Selama ini pembangunan dan perputaran ekonomi masih lebih banyak berada di kota-kota besar. Sementara masyarakat kepulauan luput dari perhatian pemerintah pusat dan daerah sehingga kondisi perekonomian mereka masih pas-pasan.
Padahal, kita tentu tahu bahwa Indonesia adalah negara yang kaya dan subur. Potensi yang dimiliki banyak daerah jika mampu dioptimalkan dengan baik akan dapat membantu mengangkat perekonomian masyarakat sekitar. Kondisi alam Indonesia yang tropis dan kaya dengan hutan gambut menjadi lahan subur bagi tumbuhnya pohon sagu.
Sagu merupakan tanaman monokotil dari keluarga Palmae yang banyak tumbuh subur di Indonesia. Di beberapa daerah, pohon sagu diolah oleh masyarakat sebagai bahan tepung dan makanan tradisional, bahkan menjadi makanan pokok bagi masyarakat sekitar.
Salah satu provinsi yang memiliki habitat pohon sagu paling banyak adalah Riau. Salah satu pulau yang terletak di Provinsi Riau yaitu Pulau Rangsang banyak ditumbuhi pohon sagu. Sayangnya wilayah kepulauan pesisir ini masuk dalam kategori daerah yang miskin.
Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Anandra Mucra melalui Program Penelitian yang dilakukan berkat dukungan bantuan Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (Dit PTKI) Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) Kementerian Agama RI tahun anggaran 201 dengan judul Optimalisasi Potensi Ampas Sagu untuk Memperkuat dan Memperluas Usaha Ekonomi Berbasis Teknologi Peternakan sebagai Dasar Penanggulangan Kemiskinan Kelompok Tani di Pular Terluar Provinsi Riau, berangkat dari permasalahan di atas. Potensi sagu dan olahannya menurut peneliti dalam penelitiannya sangat berlimpah.
Masyarakat di Pulau Rangsang kebanyakan berprofesi sebagai peternak sapi. Menurut peneliti dalam penelitiannya, potensi sagu yang banyak tumbuh di Pulau Rangsang khususnya di wilayah Kecamatan Rangsang Barat perlu dioptimalkan dengan baik. Selain diolah menjadi bahan pangan, sisa pengolahan sagu atau ampas sagu bisa dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak sapi yang dimiliki warga sekitar.
Pemanfaatan ampas sagu sebagai pakan ternak sapi menurut peneliti akan membuat pertumbuhan sapi milik warga menjadi lebih gemuk dan sehat. Dengan meningkatnya bobot berat sapi, maka secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap harga atau nilai jual dari hewan ternak itu sendiri. Usaha ini jika dilakukan secara optimal akan mampu meningkatkan perekonomian masyarakat.
Apalagi kebutuhan akan daging masih tinggi, dan pasar untuk ternak sapi masih ada terutama peminatnya akan semakin tinggi saat pelaksanaan hari raya keagamaan khususnya pada hari raya kurban. Ampas sagu yang diolah sebagai pakan ternak bisa dalam bentuk pellet dan wafer.
Tetapi, penggunaan ampas sagu sebagai bahan pakan ternak perlu memperhatikan proses pengolahannya, kandungan nutrisi dan tentu saja kondisi hewan ternak itu sendiri.
Penelitian yang dilakukan selama lima bulan dari Agustus hingga Desember 2018, melibatkan uji laboratorium untuk menguji dan menganalisa nutrisi wafer di laboratorium nutrisi dan kimia, lalu dibuat analisis fisiknya. Peneliti dalam penelitiannya melakukan pengamatan terhadap kandungan nutrisi pada ampas sagu dan mengamati proses pertumbuhan sapi yang telah diberikan oakan dari olahan ampas sagu.
Komposisi pengolahan pakan ternak yang mencampurkan ampas sagu saat diberikan kepada hewan ternak perlu dilakukan adaptasi sehingga hewan ternak menjadi lebih terbiasa. Hasilnya, dengan memanfaatkan ampas sagu, sapi menjadi lebih gemuk dan tidak terlalu mengeluarkan biaya banyak bagi masyarakat untuk memberikan nutrisi bagi hewan ternaknya.
Penulis: Egi Sukma Baihaki
Editor: Kendi Setiawan