Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim. (Foto: Kemendikbudristek)
Jakarta, NU Online
Pada Puncak Perayaan Hari Guru Nasional 2021, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengatakan bahwa pemerintah akan mulai menawarkan kurikulum baru pada tahun 2022. Ia menyatakan bahwa kurikulum yang saat ini tengah diujicobakan di sejumlah sekolah penggerak ini lebih merdeka dan fleksibel bagi guru dan murid.
Terkait dengan kebijakan ini Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Kemendikbud Ristek, Anindito Aditomo menjelaskan bahwa kurikulum tahun 2022 tersebut akan lebih berfokus pada materi yang esensial dan tidak terlalu padat materi. Kurikulum baru tersebut juga fokus pada materi esensial penting agar guru memiliki waktu untuk pengembangan karakter dan kompetensi.
"Jadi bukan sekadar kejar tayang materi yang ada di buku teks," ujarnya melalui akun facebook pribadinya, Selasa (30/11/2021).
Ia menyebut bahwa kurikulum prototipe ini sedang diterapkan secara terbatas di 2500-an sekolah di seluruh Indonesia melalui Program Sekolah Penggerak. Sekolah-sekolah peserta program ini ungkapnya, merupakan sekolah yang mencerminkan keragaman dan sebagian besar adalah sekolah yang ia sebut “biasa” saja.
“Bukan sekolah yang biasa dianggap favorit atau unggul. Bukan sekolah yang punya fasilitas yang berlebih. Banyak yang justru kekurangan secara sarana-prasarana. Sebagian juga berada di daerah tertinggal,” ungkapnya.
Penerapan kurikulum baru secara terbatas ini menurutnya adalah tahap penting dalam pengembangan kurikulum. Uji coba di sekolah yang beragam memastikan bahwa kurikulum yang sedang dikembangkan memang bisa diterapkan di beragam kondisi. Tidak hanya di sekolah-sekolah di kota besar yang punya fasilitas lengkap.
“Uji coba tersebut juga memberi insight tentang bagaimana guru memaknai dan menerapkan sebuah kurikulum. Artinya, kurikulum dievaluasi oleh aktor paling penting dalam perbaikan kualitas pembelajaran: para guru!,” tegasnya.
Para guru mengevaluasi dalam konteks nyata. Langkah ini melengkapi model uji publik yang biasanya didominasi oleh akademisi dan pengamat yang hanya melihat dokumen kurikulum saja.
“Bagaimana hasil evaluasinya? Detailnya sedang diolah oleh tim, tapi secara keseluruhan sangat positif!,” katanya.
Namun ia kembali menegaskan bahwa kurikulum baru ini merupakan tawaran atau opsi atau tidak harus digunakan pada 2022 di sekolah. Kurikulum ini tidak dipaksakan secara masal untuk mengganti kurikulum lama.
“Paradigma merdeka belajar, sekolah perlu diberi keleluasaan termasuk dalam memilih kurikulum yang paling relevan, paling cocok bagi kebutuhan dan konteks sekolah masing-masing,” katanya.
Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Kendi Setiawan