Balitbang Kemenag

Tangkal Paham Radikal, Masukkan Kurikulum Kearifan Lokal 

Jumat, 12 November 2021 | 00:00 WIB

Nilai-nilai kearifan lokal perlu ditransformasikan dalam sebuah kurikulum pengajaran agama mulai dari tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sampai jenjang Perguruan Tinggi (PT). Kurikulum tersebut mampu mengaktualisasi kepada siswa untuk menangkal paham intoleran dan radikal.

 

Demikianlah salah satu rekomendasi dari penelitian Masih Relevankah Toleransi dan Kerukunan Berbasis Kearifan Lokal? dari Penelitian yang dilakukan Badan Litbang Diklat Kemenag RI tahun 2020.

 

Kementerian Agama perlu memasukkan tema nilai-nilai kearifan lokal, sebut peneliti, karena di setiap daerah memiliki ciri khas dan kedekatan emosional. Kurikulum tersebut dapat dipadukan dengan tema-tema pengajaran agama guna menghasilkan pengajaran sesuai konteks zaman kekinian.

 

Menyikapi kehidupan beragama yang disruptif, maka ada beberapa hal yang perlu menjadi bahan pertimbangan Kementerian agama dalam hal ini bidang pendidikan agama perlu melakukan kajian ulang kurikulum. Tidak sedikit ada bagian yang belum sesuai dengan sikap moderasi.

 

"Sejumlah kurikulum pengajaran agama untuk semua agama termasuk melakukan revisi terhadap kurikulum. Isi pengajaran agama yang dinilai menyimpang dari ideologi kebangsaan," tulis peneliti dalam laporannya. 

 

Peneliti merekomendasikan juga Kementerian Agama juga perlu membekali para guru agama dengan nilai-nilai harmoni dan toleransi berbasis kearifan lokal yang mendukung terpeliharanya kehidupan bangsa yang kondusif di tengah era disrupsi. 

 

Tidak hanya itu, Kementerian Agama juga sekiranya membekali para penyuluh agama yang bekerja di akar rumput sebagai pendamping umat. Pondasi penguatan seperti Pancasila, NKRI, UUD 1945, serta Bhineka Tunggal Ika.

 

"Bisa terus mensosialisasikan 4 pilar kebangsaan dalam kolaborasi dengan toleransi di tengah keberagaman dan kehidupan beragama yang disruptif serta nilai-nilai kearifan lokal yang mendukung harmoni," tulis peniliti dalam laporannya.

 

Terakhir, peneliti mengimbau kepada semua lembaga agama supaya menghasilkan produktif dalam membuat konten-konten pengajaran agama yang moderat. Baik konten-konten nilai-nilai kearifan lokal melalui media internet maupun melalui akun media sosial yang dimiliki lembaga agama. 

 

Karena para millenial sebagian besar pengguna media sosial. Selain media edukatif juga sebagai counter narasi terhadap berbagai konten intoleran dan radikal di media youtube dan media sosial lainnya. 

 

"Tujuannya ialah untuk membentuk generasi milenial yang sadar terhadap keberagaman di Indonesia. Serta mampu menjadi agen perdamaian melalui sejumlah wawasan kebangsaan dan pengetahuan lokal yang dimiliki," tutup peneliti dalam laporan tersebut.


Penulis: Madchan Jazuli
Editor: Kendi Setiawan