Pendidikan yang baik yang dimiliki perempuan akan memberikan kemampuan dan posisi tawar yang lebih besar dalam rumah tangga.
Jakarta, NU Online
Peran pendidikan menjadi kunci untuk membangun rumah tangga yang harmonis. Hal itu terbentuk dari kemampuan dan kematangan individu yang dihasilkannya.
"Kita harus dapat membangun lingkungan di mana anak-anak kita mampu menempuh pendidikan yang setinggi-tingginya sesuai dengan bakat dan kemampuannya," kata Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin saat memberikan Sambutan Kunci pada acara Seminar dan Deklarasi Gerakan Nasional Pendewasaan Usia Perkawinan untuk Meningkatkan Kualitas Anak, Pemuda, Perempuan, dan Keluarga yang diselenggarakan secara daring, Kamis (18/03).
Khusus untuk kaum perempuan, lanjutnya, pendidikan yang baik akan memberikan kemampuan dan posisi tawar yang lebih besar dalam rumah tangga. Pasalnya, perempuan dan anak-anak kerap menjadi korban dalam sebuah perkawinan yang tidak sehat. Kedudukannya menjadi sangat lemah sehingga tidak memiliki posisi tawar dalam mengelola keluarga.
Perempuan, karena umumnya tergantung secara ekonomi, tidak memiliki kesempatan terbaik untuk menyediakan gizi bagi keluarga dan anak-anaknya. Dalam contoh yang ekstrem, katanya, pengeluaran keluarga justru lebih banyak dihabiskan untuk rokok, ketimbang untuk membeli makanan bergizi ataupun membiayai pendidikan.
Oleh karena itu, Wapres menyampaikan bahwa pemerintah berupaya agar kualitas pendidikan kita terus meningkat dengan mengalokasikan 20 persen APBN untuk anggaran pendidikan. Hal itu tidak terbatas pada perbaikan kualitas, tetapi juga akses masyarakat terhadap pendidikan.
"Pemerintah memiliki program bantuan kepada siswa miskin dan juga program beasiswa bagi mahasiswa S1 di dalam negeri, dan program beasiswa S2 dan S3 baik di dalam negeri maupun di luar negeri," ujarnya.
Selain itu, peran berbagai kelas konseling juga, menurutnya, penting. Karenanya, ia menekankan agar pasangan yang hendak membangun mahligai rumah tangga hendaknya mempunyai ilmu dan kesadaran untuk itu. Ia mengatakan perlu digalakkan lagi adanya kelas konseling pranikah.
Lebih lanjut, Kiai Ma'ruf menjelaskan bahwa dalam konseling tersebut perlu diajarkan hal-hal paling krusial dalam perkawinan, misalnya tujuan perkawinan, hak dan kewajiban serta cara untuk saling memahami pasangan masing-masing, seluk-beluk kesehatan reproduksi dan persalinan, kesehatan ibu hamil dan anak, dan sebagainya.
"Bahkan apabila diperlukan, dibuat aturan bagi calon pasangan perkawinan harus lulus kelas konseling pranikah," ujarnya.
Kiai Ma'ruf juga menjelaskan bahwa konseling pranikah menjadi sangat penting terutama setelah adanya temuan semakin tingginya kasus perceraian. Data dari Badilag Mahkamah Agung menyebutkan penyebab perceraian yang paling besar adalah karena faktor tidak harmonis, lalu diikuti karena tidak bertanggung jawab, kemudian karena faktor ekonomi, adanya pihak ketiga, dan seterusnya.
"Dari semua kasus perceraian yang masuk di Badilag, terbesarnya merupakan kasus gugat cerai dari pihak perempuan, yaitu sebesar 70 persen," katanya.
Data-data tersebut memberikan gambaran bahwa pengetahuan yang memadai calon pasangan perkawinan menjadi hal yang sangat mendasar. Karenanya, kebijakan yang diambil untuk meminimalkan kasus perceraian yang begitu tinggi, harus mengarah pada faktor hulu, yaitu kesiapan mental dan pengetahuan calon mempelai untuk membangun sebuah keluarga.
Hal lain yang tidak kalah penting adalah pengetahuan tentang kesehatan ibu hamil dan anaknya. Ia mengungkapkan bahwa pemerintah memberi perhatian ekstra pada kasus stunting di negeri ini yang masih menunjukkan angka statistik tinggi, yaitu 27 persen. "Artinya, dari tiap sepuluh anak, tiga di antaranya menderita stunting," kata Wapres asal Banten itu.
Ia menjelaskan bahwa stunting dapat dicegah bila anak mendapat nutrisi yang cukup selama 1000 hari pertama kehidupannya, termasuk saat dalam kandungan.
Pencegahan stunting, menurutnya, erat terkait dengan kesehatan ibu dan balita, yang di kemudian hari sangat berpengaruh pada masa depan bangsa ini. "Upaya untuk menghasilkan generasi cerdas dan kuat tidak akan tercapai bila kita gagal menurunkan angka stunting yang masih tinggi. Masih tingginya kasus stunting justru akan menjadi beban di masa yang akan datang," pungkas Kiai Ma'ruf.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan