Nasional

Pengajian Ramadhan, Muslim Wajib Mencari Rezeki Halal dan Jauhi Harta Haram

Senin, 10 Maret 2025 | 01:00 WIB

Pengajian Ramadhan, Muslim Wajib Mencari Rezeki Halal dan Jauhi Harta Haram

Waled Tarmizi Al-Yusufi saat mengampu pengajian Ramadhan membedah kitab Nashaihud Diniyah di Bireuen, Aceh, pada Ahad (9/3/2025) malam. (Foto: NU Online/Helmi)

Bireuen, NU Online

Dalam suasana penuh kekhidmahan di Mushala Dayah Najmul Hidayah Al-Aziziyah Cot Meurak, Samalanga, Bireuen, Aceh, pengajian rutin kitab Nashaihud Diniyah setiap malam Ramadhan menyuguhkan pesan mendalam mengenai pentingnya mencari rezeki yang halal dan baik sebagai bagian integral dari ibadah seorang Muslim.


Pimpinan pengajian Waled Tarmizi Al-Yusufi menegaskan bahwa ibadah tidak hanya sebatas shalat, zikir, dan ritual-ritual keagamaan lainnya, tetapi juga mencakup usaha dalam mencari harta yang bersih dari unsur haram dan syubhat.


"Kita harus memahami bahwa kewajiban ibadah itu bukan hanya shalat, berzikir dan sejenisnya. Pencarian rezeki yang halal dan menghindari dari harta haram dan syubhat merupakan bagian integral dari kewajiban seorang Muslim, selaras dengan prinsip taqarrub kepada Allah," kata Waled Tarmizi, Ahad (9/3/2025) malam.


Dalam penjelasannya, ulama muda Aceh alumni Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga itu menekankan bahwa usaha mencari rezeki tidak dinilai dari besarnya harta yang diperoleh, melainkan dari esensi kehalalannya.


“Penting sekali bahwa rezeki yang kita terima tidak bercampur dengan unsur haram dan syubhat. Sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas kita, harta yang halal harus menjadi prioritas utama,” tegasnya.


Menurutnya, menjaga diri dari makanan dan rezeki yang tidak sesuai syariat merupakan bagian dari pekerjaan taqarrub yang afdhal, yaitu upaya mendekatkan diri kepada Allah melalui setiap aspek kehidupan.


Lebih lanjut, Waled Tarmizi menyoroti bahwa kewajiban mencari rezeki halal merupakan ibadah yang wajib setelah melaksanakan ibadah-ibadah fardhu, seperti shalat lima waktu.


Alumni Dayah MUDI Samalanga itu juga menegaskan bahwa prinsip mencari halal merupakan perwujudan ketaatan dalam urusan dunia dan akhirat. Hal ini sejalan dengan hadits Nabi yang menyatakan bahwa mencari rezeki yang halal adalah kewajiban setelah kewajiban (fardhu) lainnya.


Menurut Waled Tarmizi, menjaga kehalalan rezeki tidak hanya berdampak pada aspek ekonomi, tetapi juga memiliki dimensi spiritual yang mendalam.


Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 88 yang memerintahkan umat Islam untuk mengonsumsi makanan yang halal dan baik.


Ayat itu menjadi pedoman bagi setiap Muslim untuk selalu menjaga kehalalan dalam seluruh aspek kehidupannya. Dengan demikian, bukan hanya kata ‘halal’ yang harus dipenuhi, melainkan juga ‘thayyiba’ yang berarti rezeki bersih, sehat, dan mendatangkan kebaikan bagi tubuh dan jiwa.


Dalam kitab Nashaihud Diniyah karya Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad ini dijelaskan pula bahwa Rasulullah diperintahkan untuk mencari harta yang halal sebagai bagian dari amanah keimanan.


"Sehingga setiap usaha dalam mencari nafkah hendaknya dilakukan dengan penuh kehati-hatian agar tidak terjerumus ke dalam praktik-praktik haram dan syubhat," tegas Waled Tarmizi.


Waled Tarmizi mencontohkan sebuah kisah dalam kitab tersebut, yang menceritakan tentang seorang lelaki yang bepergian jauh dengan rambut kusut dan berdebu karena perjalanan panjang.


Lelaki itu kemudian mengangkat kedua tangannya ke langit sambil berseru, "Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku! Sedang makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan perutnya diisi dengan barang haram, bagaimana mungkin doanya akan terkabul?”


Cerita tersebut menjadi pelajaran bahwa keberkahan doa tidak hanya bergantung pada keikhlasan dalam ibadah, melainkan juga pada kesucian rezeki yang diperoleh.


Menurut Waled Tarmizi, menjaga diri dari harta haram adalah bagian dari upaya mendekatkan diri kepada Allah sekaligus sebagai bentuk tanggung jawab sosial agar kemaksiatan tidak tersebar dalam masyarakat.


Semangat untuk selalu mencari rezeki yang halal dan tayyiba semakin menguat seiring dengan kesadaran bahwa setiap aspek kehidupan, baik ibadah maupun ekonomi, harus dibangun di atas landasan nilai-nilai keislaman yang murni.


Pengajian bersama Waled Tarmizi tidak hanya memberikan pemahaman teologis, tetapi juga menginspirasi umat untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip tersebut dalam kehidupan sehari-hari.


Melalui paparannya itu, Waled Tarmizi mengajak seluruh jamaah untuk merenungkan kembali arti penting dari mencari rezeki yang bersih. Usaha yang tidak tercemar oleh unsur haram merupakan jihad yang utama dalam Islam, sebuah perjuangan untuk mendapatkan keberkahan dunia dan akhirat.


"Dengan tekad dan ketaatan, diharapkan setiap Muslim dapat menjalani kehidupannya dengan rezeki yang halal, mendatangkan keberkahan, serta menjadi ladang pahala yang terus mengalir," harap Waled Tarmizi.