Nasional

Pengelolaan Haji yang Efektif Perlu Tata Kelola Kelembagaan yang Kuat

Rabu, 8 Oktober 2025 | 23:00 WIB

Pengelolaan Haji yang Efektif Perlu Tata Kelola Kelembagaan yang Kuat

Menteri Haji dan Umrah Republik Indonesia Mochamad Irfan Yusuf (Gus Irfan). (Foto: NU Online/Suci)

Jakarta, NU Online

 

Menteri Haji dan Umrah Republik Indonesia Mochamad Irfan Yusuf (Gus Irfan) menegaskan bahwa pengelolaan haji yang efektif memerlukan tata kelola kelembagaan yang kuat.

 

“Kerangka tata kelola ini memastikan bahwa setiap rupiah dan setiap sumber daya dikelola secara transparan untuk kepentingan jamaah. Ini merupakan sebuah amanah yang harus dijalankan dengan integritas dan inovasi,” ujar Gus Irfan dalam 7th International Hajj Fund Forum 2025 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Rabu (8/10/2025).

 

Menurutnya, Indonesia saat ini berdiri sebagai salah satu kontributor terbesar bagi komunitas haji global dengan lebih dari 200 ribu jamaah setiap tahunnya. Melihat angka tersebut, Gus Irfan menyebut bahwa haji bukan hanya kewajiban ibadah, melainkan juga ekosistem ekonomi yang mendorong penciptaan lapangan kerja, inovasi, dan investasi.

 

Ia menjelaskan bahwa melalui optimalisasi pengeluaran, kemitraan lokal, serta pengembangan ekonomi haji, Indonesia berupaya memastikan agar operasional haji berjalan efisien sekaligus berkelanjutan secara ekonomi.

 

“Keberhasilan ekonomi dalam konteks ini berarti setiap investasi harus memperkuat kualitas layanan dan ketahanan nasional,” ungkapnya.

 

Gus Irfan mengakui bahwa ekosistem ekonomi haji saat ini belum optimal. Asrama haji, misalnya, perlu ditransformasikan menjadi hotel haji agar dapat meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) serta melibatkan lebih banyak pelaku usaha kecil dan menengah (UKM).

 

“Begitu pula dengan ekspor bahan pangan ke Arab Saudi yang masih menghadapi sejumlah kendala, meskipun Indonesia telah mencapai swasembada beras. Tantangan seperti standar pestisida harus diatasi agar produk kita memenuhi regulasi internasional,” tuturnya.

 

Tahun ini, Kementerian Haji dan Umrah (Kemenhaj) telah memulai pembangunan Indonesia Hajj Village di Arab Saudi. Ia berharap, melalui kehadiran Hajj Village, perputaran uang jamaah Indonesia dapat tersentralisasi sekaligus memperkuat eksistensi produk dan layanan Indonesia di Tanah Suci.

 

Gus Irfan menyebut bahwa setiap tahun jamaah haji dan umrah Indonesia menghabiskan sekitar Rp60 triliun atau setara 3,6 miliar dolar AS.

 

“Kami mengundang para mitra dan pemangku kepentingan di forum ini untuk bersama-sama menjajaki peluang pasar di Arab Saudi, agar belanja jamaah tersebut juga dapat memberikan manfaat bagi petani, peternak, dan pelaku industri dalam negeri,” jelasnya.

 

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa keberlanjutan ekonomi juga berarti menemukan keseimbangan antara pemanfaatan dana haji yang optimal dengan penyediaan layanan berkualitas tinggi.

 

“Kita semua memahami bahwa layanan yang lebih baik membutuhkan biaya yang lebih besar,” katanya.

 

Menurut Gus Irfan, diperlukan sinergi antara Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) sebagai pengelola sisi pasokan dan Kementerian Haji dan Umrah sebagai pengelola sisi permintaan. Keduanya, lanjut dia, perlu bekerja sama secara bertanggung jawab untuk memberikan layanan terbaik dengan biaya yang wajar.

 

“Marilah kita bersama-sama menjadikan haji tidak hanya sebagai perjalanan suci ke Tanah Haram, tetapi juga sebagai simbol tata kelola yang baik, kerja sama ekonomi, dan kemitraan internasional yang berkelanjutan,” pungkasnya.