Penggunaan Sirene dan Strobo Bikin Geram Rakyat: Simbol Kekuasaan, Bukan Keselamatan
Senin, 22 September 2025 | 13:00 WIB
Jakarta, NU Online
Pengamat Transportasi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata Djoko Setijowarno mengungkapkan pemakaian dari sirene dan lampu rotator (strobo) seharusnya menjadi alat penting dalam situasi darurat untuk memperlancar akses kendaraan seperti ambulans, pemadam kebakaran, atau kepolisian. Namun, ia menilai di mata masyarakat, penggunaannya justru semakin memicu ketidaknyamanan dan bahkan kebencian.
"Intinya, penggunaan sirene dan rotator yang tidak sesuai aturan menciptakan ketidakadilan, mengganggu ketenangan, dan pada akhirnya merusak esensi dari tujuannya sebagai alat keselamatan," katanya kepada NU Online pada Senin (22/9/2025).
Menurutnya, yang menjadi masalah utama adalah penyalahgunaan sirene oleh kendaraan non-darurat, termasuk mobil pejabat, pengawal pribadi, bahkan warga sipil yang merasa punya akses khusus. Penggunaan semacam ini, lanjutnya, tidak hanya melanggar aturan, tapi juga menciptakan kesan bahwa strobo adalah simbol kekuasaan, bukan keselamatan.
"Penggunaan yang tidak pada tempatnya ini menciptakan rasa tidak adil dan memicu kemarahan," tegasnya.
Kemudian, Djoko menilai suara sirene yang keras menjadi gangguan nyata, terutama bagi warga di daerah padat penduduk atau saat malam hari. Tidak sedikit masyarakat, termasuk orang tua, pasien, atau mereka yang butuh istirahat, merasa terganggu secara psikologis.
"Gangguan ini tidak hanya mengganggu kenyamanan, tetapi juga dapat menimbulkan stres, bahkan memicu kecemasan," tegasnya.
Padahal, lanjutnya sudah ada aturan yang jelas mengenai siapa saja yang berhak menggunakan sirene dan strobo. Namun menurut Djoko, penegakan hukum yang lemah membuat orang merasa bebas melanggarnya.
“Ketidaktegasan ini membuat banyak orang berani menggunakannya tanpa izin, memperburuk masalah penyalahgunaan," ujarnya.
Efek paling mengkhawatirkan, katanya, adalah menurunnya kepercayaan publik terhadap kendaraan darurat. Saat sirene terdengar, masyarakat menjadi ragu apakah itu benar-benar darurat atau hanya mobil pejabat yang sedang terburu-buru.
“Akibatnya, ketika ada situasi darurat yang nyata, respons masyarakat untuk memberikan jalan mungkin tidak secepat atau setanggap seharusnya,” terang Djoko.
Baru-baru ini, Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri, Irjen Pol Agus Suryonugroho, memutuskan untuk menghentikan sementara penggunaan sirene dan rotator di jalan umum. Meski demikian, pengawalan untuk kendaraan pejabat tertentu masih tetap dilakukan, namun pemakaian sirene dan strobo kini tidak lagi menjadi hal yang diutamakan.
"Kami menghentikan sementara penggunaan suara-suara itu, sembari dievaluasi secara menyeluruh. Pengawalan tetap bisa berjalan, hanya saja untuk penggunaan sirene dan strobo sifatnya dievaluasi. Kalau memang tidak prioritas, sebaiknya tidak dibunyikan," jelasnya pada Sabtu (20/9/2025) lalu.