Pengurus LDNU Perlu Pahami Realitas Keindonesiaan sebelum Berdakwah
Kamis, 27 Oktober 2022 | 07:30 WIB
Lukman Hakim Saifuddin (kedua dari kiri) saat mengisi Seminar Moderasi Beragama pada Rakernas IX LD PBNU di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Rabu (26/10/2022) mengajak pengurus LDNU memahami realitas keindonesiaan sebelum berdakwah. (Foto: NU Online/Aru Lego Triono)
Jakarta, NU Online
Menteri Agama 2014-2019 Lukman Hakim Saifuddin mengajak para pengurus Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) se-Indonesia memahami realitas keindonesiaan sebelum berdakwah.
"Ini mendasar sebelum kita berdakwah dan mengajak sesama anak bangsa untuk melakukan hal-hal yang bersifat kebajikan," ungkap Lukman dalam Seminar Moderasi Beragama pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IX LD PBNU di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Rabu (26/10/2022).
Realitas keindonesiaan yang pertama adalah soal keberagaman dan kemajemukannya. Indonesia dikenal oleh dunia sebagai bangsa yang sangat beragama di hampir semua aspek kehidupan, lebih-lebih dalam hal agama.
"Paham keagamaan beragam, agamanya saja sudah beragam. Etnis, suku, bangsa juga beragam. Aliran dalam Islam ada Ahlussunnah, Syiah, Ahmadiyah. Yang sama-sama Ahlussunnah juga macam-macam, ada salafi, wahabi, dan An-Nahdliyah. Ini hakikat yang sudah sunnatullah," ungkapnya.
Lalu realitas keindonesiaan yang kedua adalah religiusitas. Menurut Lukman, masyarakat Indonesia ini sangat agamis dalam kehidupan kesehariannya. Apa pun etnis, suku bangsa, dan agama yang dipeluk oleh setiap anak bangsa, nilai-nilai agama sangat menjadi vital dan tidak bisa dipisahkan dari urusan apa pun.
Karenanya, hemat Lukman, perlu kembali didudukkan mengenai istilah-istilah yang selama ini jamak diketahui seperti politisasi agama atau jangan bawa-bawa agama ke ranah politik. Ia berpandangan, istilah-istilah tersebut menjadi problematik apabila tidak diklarifikasi atau dipahami secara baik.
"Bagaimana mungkin negara yang sangat agamis kok tidak boleh bawa-bawa agama? Kita ini sangat agamis," tutur putra dari Menteri Agama RI Ke-10 periode 1962-1967 KH Saifuddin Zuhri itu.
"Bahkan, ada anekdot orang Indonesia mau melakukan tindak kejahatan sekalipun diawali dengan doa. Saking agama itu sudah sangat menyatu pada diri kita," imbuh Lukman berkelakar, disambut gemuruh tawa hadirin.
Karena itu, menurut Lukman, para dai mesti memahami relasi hubungan antara agama dan negara sebagai sebuah realitas yang terjadi di negeri ini.
"Kita memegangi nilai-nilai agama dan sekaligus menjadi orang yang hidup di Indonesia. Kita harus memahami dengan baik bagaimana relasi ini," pungkasnya.
Sebagai informasi, Seminar Moderasi Beragama yang digelar itu merupakan hasil kerja sama antara Balai Litbang Agama (BLA) Jakarta Kementerian Agama dengan LD PBNU.
Pada sesi ini, hadir pembicara lainnya yakni Kepala BLA Jakarta H Samidi dan Ketua PBNU KH Ahmad Fahrurrozi atau Gus Fahrur.
Di sesi sebelumnya, seminar ini juga dihadiri oleh tiga pembicara yaitu Staf Khusus Menteri Agama RI Isfah Abidal Aziz, Ulama asal Mesir Syekh Musthafa Zahran, dan C Holland Taylor sebagai Pimpinan Bayt ar-Rahmah li ad-Da'wa al-Islamiyah Rahmatan li al-'Alamin (Rumah Rahmah untuk Memelihara Islam sebagai Berkah bagi Semua Ciptaan).
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan