Perbaikan Akhlak Umat Jadi Modal Nabi Muhammad Membangun Bangsa dan Negara
Jumat, 30 Oktober 2020 | 04:07 WIB
Jakarta, NU Online
Maulid Nabi Besar Muhammad harus dijadikan sebagai momentum refleksi atau muhasabah (introspeksi diri), dan hikmah yang tinggi dalam membangun masyarakat, bangsa, negara. Sebab, Nabi adalah satu-satunya manusia yang paling pantas dijadikan teladan dalam semua hal.
Hal tersebut diungkapkan Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin saat menyampaikan kata sambutan secara virtual dalam Maulid Akbar dan Doa untuk Keselamatan Bangsa yang digelar Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU) di Masjid Istiqlal, Kamis (29/10) kemarin.
Kiai Ma’ruf kemudian mengutip Surat Al-Ahzab ayat 21 dalam Al-Quran. Ia menjelaskan maknanya, “Bahwa sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan banyak menyebutkan nama Allah.”
Menurut Mustasyar PBNU ini, jauh sebelum mengemban amanat kenabian, Nabi Muhammad telah dikenal mempunyai perilaku yang terpuji dan sangat bisa dipercaya, sehingga mendapat gelar al-Amin.
“Siapa pun yang berinteraksi kepada beliau akan langsung menaruh percaya kepadanya. Semua sifat seorang pengemban risalah kenabian, sudah melekat pada diri beliau jauh sebelum diangkat sebagai Rasul,” kata Kiai Ma’ruf.
“Dalam kesempatan ini mari kita contoh sifat dan karakter beliau sehingga kehadiran kita akan menjadi suluh bagi kehadiran orang lain,” tambah cicit Ulama Besar Indonesia Syekh Nawawi Al-Bantani ini.
Ia mengungkapkan, di antara teladan yang dapat ditiru adalah soal bagaimana Nabi Muhammad, ketika itu, berikhtiar melakukan perubahan masyarakat dari jahiliyah (bodoh) menuju masayarakat madani (berkeadaban).
Perubahan kehidupan masyarakat yang dilakukan Nabi Muhammad terjadi dengan sangat signifikan dan dilakukan hanya dalam kurun waktu 23 tahun. Salah satu modal utama membangun bangsa dan negara tentu saja perbaikan akhlak dan mental masyarakat.
Menurut Kiai Ma’ruf, pada upaya melakukan perubahan masyarakat itu, Nabi Muhammad terlebih dulu mengutamakan perbaikan akhlak karena merupakan fondasi dari berbagai langkah perjuangan berikutnya.
“Di awal masa kenabian beliau fokus pada perbaikan akhlak dan mental. Beliau sendiri mengatakan: Innama buitstu li utammima makarimal akhlaq. Bahwa beliau tidaklah diutus ke bumi, selain untuk menyempurnakan akhlak manusia,” tuturnya.
“Kita bangsa Indonesia yang sebagian besar beragama Islam sangat layak untuk meneladani apa yang telah beliau lakukan. Semoga bangsa kita bisa bangkit dan menjadi bangsa yang terbaik di masa mendatang,” imbuhnya.
Sebelumnya, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj juga mengajak semua pihak untuk berbangsa dengan mengedepankan akhlakul karimah. Hal itu tentu saja sebagai wujud dari upaya meneladani perilaku mulia Nabi Muhammad.
“Nabi Muhammad bersabda innamaa bu’itstu li utammima makarimal akhlaq. Artinya, tidak sekali-kali saya diutus oleh Allah (kecuali) hanya satu untuk menyempurnakan akhlak, untuk membangun akhlakul karimah,” katanya.
Lebih lanjut, Kiai Said menjelaskan berbagai macam akhlakul karimah. Beberapa di antaranya adalah rendah hati, hormat kiai, bakti kepada orangtua, silaturahmi, menjenguk orang sakit, baik kepada tetangga, menolong orang susah, bertakziyah kepada orang meninggal, menyingkirkan paku di jalan.
“Semua akhlak itu diringkas menjadi husnul muasyarah (hubungan yang baik). Bergaul, berteman, berkelompok, berumat, dan berbangsa dengan baik. Mari kita berbangsa dengan baik,” harap Kiai Said.
“Silakan ente yang politisi, menjadi politisi berakhlak. Ente pejuang, jadilah pejuang yang berakhlak. Ente konglomerat (jadilah) konglomerat yang berakhlak, guru yang berakhlak, tentara, polisi, presiden, wakil presiden, dan Menteri yang berakhlak,” imbuhnya.
Menurutnya, husnul muasyarah mampu mewujudkan kebersamaan. Ia kemudian mengajak segenap warga NU dan seluruh elemen bangsa Indonesia untuk bersama-sama mewujudkan peradaban hidup bernegara dengan baik.
“Di Indonesia ini sekarang sudah tidak ada masalah perbedaan suku, agama, ras, budaya. Alhamdulillah. Ini harus kita jaga dengan baik. Tunjukkan Indonesia berakhlak, berakarater, dan berjatidiri,” kata kiai alumnus Pesantren Lirboyo, Kediri Jawa Timur ini.
“Jangan sampai kita yang sudah baik ini kemudian terpengaruh oleh budaya luar negeri. Silakan belajar di Arab, tapi pulang tetap menjadi orang Indonesia. Silakan sekolah di Eropa dan Amerika, tapi tetap jadi orang Indonesia,” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Presiden RI KH Ma’ruf Amin yang hadir secara virtual juga turut memberikan sambutan. Ia mengajak umat Islam Indonesia untuk senantiasa mencontoh sifat dan karakter Nabi Muhammad agar dapat menjadi suluh (penerang) bagi kehadiran orang lain.
Di antara teladan yang bisa kita tiru adalah bagaimana beliau melakukan perubahan masyarakat ketika itu. Salah satu yang dilakukan Nabi untuk melakukan perubahan itu adalah dengan terlebih dulu memperbaiki akhlak dan mental masyarakat.
“Dalam melakukan upaya perubahan, Nabi megutamakan terlebih dulu perbaikan akhlak karena ini fondasi dari langkah selanjutnya. Di awal masa kenabian beliau fokus pada perbahan akhlak dan mental,” jelas Kiai Ma’ruf yang juga Mustasyar PBNU ini.
Ia mengungkapkan bahwa misi yang dibawa Nabi adalah persoalan untuk bagaimana menyempurnakan akhlak Nabi. Sebagaimana yang pernah dikatakan Nabi dalam hadits, Kiai Ma’ruf mengutip, “innamaa bu’itstu li utammima makarimal akhlaq”.
“Kita bangsa Indonesia yang sebagian besar beragama Islam sangat layak untuk meneladani apa yang telah beliau lakukan. Semoga bangsa kita bisa bangkit dan menjadi bangsa yang terbaik di masa mendatang,” ungkapnya.
Acara ini diawali dengan pembacaan Maulid Nabi yang dipimpin oleh Wakil Ketua LD PBNU KH Misbahul Munir Kholil. Kemudian selain Kiai Said, ada pula Habib Umar bin Hafidz melalui tayangan video memberikan pesan dan amanat kepada PBNU. Lalu ditutup dengan doa oleh Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar.
Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Fathoni Ahmad