Nasional

Pidato Lengkap Gus Yahya dalam Istighatsah Harlah Ke-101 NU di Pesantren Sunan Pandanaran Yogyakarta

Senin, 29 Januari 2024 | 11:00 WIB

Pidato Lengkap Gus Yahya dalam Istighatsah Harlah Ke-101 NU di Pesantren Sunan Pandanaran Yogyakarta

Gus Yahya saat pidato dalam Istighatsah Harlah Ke-101 NU di Pesantren Sunan Pandanaran, Ahad (28/1/2024). (Foto: dok. PBNU)

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau biasa disapa Gus Yahya, didaulat memberi pidato sambutan dalam Istighatsah Peringatan Hari Lahir (Harlah) Ke-101 Nahdlatul Ulama 1344-1445 H di Pondok Pesantren Sunan Pandanaran, Daerah Istimewa Yogyakarta, Ahad, 28 Januari 2024.


Di depan para pengurus PBNU, masyayikh pesantren serta ribuan santri, Gus Yahya menyampaikan beberapa poin penting. Di antaranya, ia menegaskan bahwa tugas pengurus tanfidziyah NU adalah sebagai pelaksana, yaitu melaksanakan keputusan ulama syuriyah NU.


Gus Yahya juga menegaskan bahwa keputusan NU secara organisatoris didasarkan kepada pertimbangan syariat. Selain itu, kepada para santri dan generasi muda NU, ia berpesan agar belajar tentang NU mulai dari sekarang dan tidak bernah berhenti belajar sampai kapan pun.


Berikut ini adalah transkripsi pidato lengkap Gus Yahya dalam forum tersebut.


***


Assalāmualaikum warahmatullāhi wabarakātuh.


Alhamdulillāh wa syukrulillāh, was shalātu was salāmu alā Rasūlillah Sayyidina wa Maulana Muhammad ibni Abdillah, wa 'alā ālihii wa shahbihi wa man wālāh. Amma ba’ad.


Yang mulia Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Miftachul Akhyar. Yang mulia Syaikhul Ma'had Hadratussyekh KH Mu'tasim Billah Mufid.


Niku senajan ora pati ketoro keramate tapi yo hadratussyekh. Ono kiai due pondok nganti 13 iku nek ora syaikhul masyayikh yo angel lamun. (Itu meski tak begitu kentara keramatnya, tapi ya Hadratussyekh. Ada kiai punya pesantren sampai 13 itu kalau bukan syaikhul masyayikh sulit diangankan, ed.).


Yang mulia Rais Syuriah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Kiai Mas'ud Masduki. Yang saya hormati Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Ahmad Said Asrori, Ketua Tanfidziah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Daerah Istimewa Yogyakarta Kiai Zuhdi Muhdlor. Jajaran pengurus dan khudama' Nahdatul Ulama, baik dari PBNU, PWNU, maupun dari PCNU yang hadir. Yang saya hormati keluarga besar dzurriyah Kiai Mufid Mas'ud dan Kiai Munawwir. Yang saya cintai santri-santri Pondok Pesantren Sunan Pandanaran dan warga Nahdlatul Ulama Daerah Istimewa Yogyakarta. 

 
Gus Yahya saat pidato dalam acara Istighatsah Harlah Ke-101 NU di Pesantren Sunan Pandanaran Yogyakarta. (Foto: dok. PBNU)


Selamat datang di tahun kedua abad kedua Nahdlatul Ulama.


Terima kasih, Panjenengan semua telah dengan tulus melangitkan istighasah dengan khataman Qur'an dan dzikir-dzikir yang telah dijalankan dan diselesaikan pagi ini. Kami yakin bahwa istighatsah Panjenengan semua Insyaallah diterima dan dikabulkan oleh Allah Swt. sebagai penguat jam'iyah yang kita cintai ini, jam'iyah Nahdlatil Ulama.


NU ini didirikan untuk niat akhirat, didirikan dengan harapan-harapan akhirat, dengan cara mengupayakan pelaksanaan dari tuntunan-tuntunan agama Allah. Itulah sebabnya, sejak didirikan hingga sekarang, tidak ada satu pun, tidak ada satu pun keputusan Nahdlatul Ulama, kecuali didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan agama, pertimbangan-pertimbangan syariat, pertimbangan-pertimbangan apa yang benar, apa yang salah, apa yang baik menurut syariat. 


Kepemimpinan Nahdlatul Ulama adalah kepemimpinan syariat. Itulah sebabnya, di dalam Nahdlatul Ulama kita punya Syuriah Nahdlatul Ulama, tempat para kiai ahli syariah, para fuqaha di antara ulama kita, untuk membuat keputusan-utusan berdasarkan syariat, mengikuti syariat. Kalau Ketua Umum Tanfidizyah seperti saya, apalagi cuma ketua PWNU kayak Kang Zuhdi itu, kita ini cuma pesuruh yang melaksanakan keputusan-keputusan Syuriah. 


Maka kalau sampai ada yang me-nyana - nyana itu bahasa Indonesianya apa? - yang me-ngarani (menduga, ed.) bahwa Nahdatul Ulama membuat keputusan tanpa pertimbangan syariat, tanpa pertimbangan fikih, berarti dia tidak mengetahui, tidak mengenal, tidak memahami hakikat Nahdlatul Ulama, walaupun yang mengatakan itu orang yang ngakunya pernah jadi pengurus Nahdlatul Ulama. Karena hakikat jam'iyah ini didirikan untuk membangun suatu hukumah diniyyah.


Sebelum jam'iyah ini didirikan, sudah menjadi wadzifah para kiai, para ulama, untuk memberikan tuntunan kepada warga, kepada jamaah. Seringkali karena kiainya banyak, seringkali pandangan-pandangannya, pendapat-pendapatnya, belum tentu sama antara satu kiai dengan kiai lainnya. Maka didirikanlah jam'iyah ini sebagai wahana bagi para ulama ini untuk mengonsolidasikan diri, untuk membangun satu gerak bersama, membangun satu wawasan bersama, dalam perjuangan bersama, menuju tujuan bersama. Maka wewenang dari kepimpinan Nahdlatul Ulama pada dasarnya adalah wewenang hukumah. Itu berarti Nahdlatul Ulama sebagai jam'iyah berada atau menjalankan fungsi imamah, dengan wewenang sebagaimana wewenang imam, yang dikatakan bahwa hukmul imam yarfa’ul khilaf. Apa pun pendapat kita masing-masing, apabila sudah ada ketentuan keputusan dari organisasi, maka semua perbedaan harus ditundukkan kepada keputusan organisasi itu. 


Nahdlatul Ulama ini adalah kendaraan untuk satu perjuangan raksasa yang dari waktu ke waktu membutuhkan kekuatan yang semakin besar untuk menjalaninya. Maka saya mengajak seluruh generasi muda Nahdatul Ulama, khususnya santri-santri Pondok Pesantren Sunan Pandanaran ini untuk tidak menunda-nunda, tidak menunda-nunda belajar tentang Nahdlatul Ulama, karena kalian semua pada saatnya nanti adalah pemimpin-pemimpin Nahdlatul Ulama. Belajarlah tentang Nahdlatul Ulama sejak sekarang, dan jangan berhenti belajar sampai kapan pun, sampai kapan pun, walaupun sudah menjadi apa pun.


Saya tahu, hatta Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Kiai Miftachul Akhyar, masih terus tekun belajar tentang Nahdlatul Ulama. Apalagi penderek-penderek Beliau seperti saya dan pengurus-pengurus lainnya. Ini sesuai dengan wasiat Kiai Ali Maksum Allah yarham, ketika beliau mengatakan bahwa kita semua harus meneguhi, menekuni al'ilmu wat ta'allum bi Nahdlatil Ulama. Wasiat beliau kepada para santri: tekunilah al'ilmu wat ta'allum bi Nahdlatil Ulama, pelajarilah Nahdlatul Ulama ini dan jangan berhenti belajar. Kalau dibilang jangan berhenti belajar, jangan berhenti belajar. Itu artinya jangan keminter (merasa lebih pintar, ed.). Kalau orang sudah keminter itu berarti dia sudah bosan belajar. Terus-menerus belajar berarti tidak keminter, apalagi gaya-gaya mau minteri Rais ‘Aam segala macam. Karuan kalau sebetulnya ya, ndak ada maqam sama sekali di dalam perjuangan Nahdlatul Ulama.


Bapak Ibu sekalian, saudara-saudara, anak-anakku yang saya cintai, para santri.


101 tahun sudah Nahdlatul Ulama menempuh perjuangan ini. Sepertinya sudah lama. Tapi ini sebetulnya belum apa-apa, karena maksud dan ghirah dari para muassis Nahdlatul Ulama, para pemimpin Nahdlatul Ulama hingga sekarang adalah perjuangan dengan Nahdlatul Ulama ini selama-lamanya, ila yaumil qiyamah.


Saya selalu katakan kepada teman-teman bahwa tugas kita di abad kedua ini adalah mengupayakan agar perjuangan Nahdlatul Ulama dijamin terus berlangsung hingga melewati abad ketiga. Kalau kita berhasil menegakkan perjuangan hingga melewati abad ke-3, ada harapan Nahdlatul Ulama ini akan terus berkibar sampai abad ke-7. Dan kalau berhasil melewati abad ke-7, insyaallah dunia fana ini punya kesempatan sebelum kiamat, masih 13 abad lagi, 1300 tahun lagi, minimal, insyaallah.


Maka istighatsah kita pada hari ini, mari kita jadikan sebagai tonggak permulaan, atau sebetulnya bukan permulaan, karena sebelum ini istighatsah sudah menjadi kegiatan kita sehari-hari. Kita jadikan ini sebagai penanda saja untuk hari lahir Nahdlatul Ulama ke-101 ini.


Sesudah ini, kita akan terus menerus beristighatsah dengan cara apa pun yang mungkin, demi maslahat Nahdatul Ulama, demi maslahat Islam, demi maslahat Negara dan Bangsa Republik Indonesia, demi maslahat kemanusiaan seluruhnya, Insyaallah.


Sekali lagi, terima kasih.


Wallāhul muwaffiq ilā aqwāmith tharīq.
Wassalāmualaikum warahmatullāh wabarakātuh.