Polisi Masih Lakukan Kekerasan hingga Pelecehan Seksual, Ketua PBNU Minta Reformasi Polri pada Dua Hal
Sabtu, 15 Maret 2025 | 07:00 WIB

Ketua PBNU Mohamad Syafi'i Alieha (Savic Ali) di Hotel Acacia, Jakarta, Jumat (14/3/2025). (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Publik masih dihebohkan dengan perilaku sejumlah anggota kepolisian yang melakukan tindakan kekerasan dan pencabulan. Terbaru, polisi melakukan pemukulan kepada Kusyanto (38), seorang pencari bekicot asal Desa Dimoro, Kecamatan Toroh, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, karena menuduhnya sebagai maling oleh polisi berpangkat Aipda meski akhirnya tidak terbukti.
Bahkan, pelecehan seksual juga dilakukan oleh eks Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman setelah ketahuan melecehkan empat orang, yang terdiri dari tiga anak dan satu orang dewasa. Tiga anak tersebut berusia 6 tahun, 13 tahun, dan 16 tahun, sementara satu orang dewasa berusia 20 tahun.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Mohamad Syafi'i Alieha meminta reformasi di tubuh Polri. Reformasi tersebut dilakukan khusus pada dua pembenahan, yaitu merombak pola rekrutmen dan kurikulum pendidikan untuk calon polisi.
"Saya kira seiring waktu, balik lagi bagaimana polisi tidak menghormati prinsip-prinsip penegakan hukum, prosedur penegakan hukum dan juga penghargaan terhadap hak asasi manusia," katanya kepada NU Online di Halaman Hotel Acacia, Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).
Savic, sapaan akrabnya, mengira, pada awal masa reformasi para polisi sudah dibekali pendidikan beragam pendidikan seperti HAM. Namun, semangat itu semakin pudar sampai kejadian-kejadian yang semestinya tidak dilakukan penegak hukum, justru dilakukan.
Terkait solusi pembenahan polisi melalui mekanisme Polri di bawah naungan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Savic mengatakan bahwa dirinya tidak begitu yakin akan berjalan dengan baik.
"Saya tidak melihat perubahan yang signifikan perubahan di bawah mendagri atau presiden disitu, kalau di bawah presiden kita tahu ada anggapan bisa menjadi mesin politik dan di Mendagri juga sangat bisa karena kita tahu banyak menteri-menteri kita semuanya bermain politik," jelasnya.
Senada, Direktur Wahid Foundation Zannuba Arifah Chafsoh (Yenny Wahid) secara tegas meminta agar para polisi yang terlibat pada kasus di atas dapat segera diberikan jatuhan atas sanksi kriminalitas, bukan sekedar sanksi etik.
"Jadi saya mohon jangan hanya kena sanksi etik, sanksi disìplin tapi betul sanksi kriminalitas dihukum seberat-beratnya," ujarnya di Kantor Wahid Foundation, Jalan Taman Amir Hamzah, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).
Sama seperti Savic, Yenny juga menyoroti soal pola rekrutmen anggota polisi yang masih melakukan beberapa tindakan curang seperti sogok dan memiliki orang dalam, akibatnya banyak talenta-talenta bagus terpental keluar.
"Kita tidak mendapatkan orang-orang terbaik yang menjadi abdi negara, ini yang dibenahin dahulu, sistem rekrutmen kita harus didasarkan merit sistem," terangnya.