Jakarta, NU Online
Turunnya Lailatul Qadar tidak seorang pun yang mengetahui tepatnya kapan. Riwayat hanya menyebutkan 10 hari terakhir bulan Ramadhan pada tanggal-tanggal ganjil. Selama ini umat Islam hanya membaca tanda-tanda malam yang menurut Al-Qur’an lebih baik dari 1.000 bulan ini. Betapa mulianya malam Lailatul Qadar karena mampu membawa seorang hamba pada ketakwaan yang hakiki.
Ulama ahli tafsir Al-Qur'an, Profesor Muhammad Quraish Shihab mengungkapkan pertanyaan, benarkah pertanda malam Lailatul Qadar di antaranya membekunya air, heningnya malam, dan menunduknya pepohonan, dan sebagainya? Hal itu disampaikan Prof Quraish dalam bukunya Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Mizan, 1999).
Lebih lanjut, Prof Quraish menegaskan, yang pasti Lailatul Qadar harus diimani oleh setiap Muslim berdasarkan pernyataan Al-Qur’an, bahwa “Ada suatu malam yang bernama Lailatul Qadar” (baca QS Al-Qadr: 1) dan malam itu merupakan “malam yang penuh berkah di mana dijelaskan atau ditetapkan segala urusan besar dengan kebijaksanaan” (baca QS Ad-Dukhan: 3).
"Malam tersebut adalah malam mulia, tidak mudah diketahui betapa besar kemuliaannya. Ini diisyaratkan oleh adanya pertanyaan dalam bentuk pengagungan, yaitu wa ma adraka ma laylatul qadar," jelas Prof Quraish Shihab dalam artikel Keterangan Malam Lailatul Qadar dalam Al-Qur’an.
Untuk memperoleh pemahaman yang jernih terkait malam Lailatul Qadar, Prof Quraish juga memberikan sejumlah keterangan terkait arti kata 'qadar'. Mufassir kenamaan tersebut memaparkan tiga arti pada kata qadar tersebut.
Pertama, qadar berarti penetapan atau pengaturan sehingga Lailatul Qadar dipahami sebagai 'malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia'. Pendapat ini dikuatkan oleh penganutnya dengan Firman Allah pada Surat Ad-Dukhan ayat 3. Ada ulama yang memahami penetapan itu dalam batas setahun.
Al-Qur’an yang turun pada malam Lailatul Qadar diartikan bahwa pada malam itu Allah SWT mengatur dan menetapkan khiththah dan strategi bagi Nabi-Nya, Muhammad SAW guna mengajak manusia kepada agama yang benar yang pada akhirnya akan menetapkan perjalanan sejarah umat manusia, baik sebagai individu maupun kelompok.
Kedua, qadar berati kemuliaan. Malam tersebut adalah malam mulia yang tiada bandingnya. Ia mulia karena terpilih sebagai malam turunnya Al-Qur’an serta karena ia menjadi titik tolak dari segala kemuliaan yang dapat diraih.
Kata qadar yang berarti mulia ditemukan dalam ayat ke-91 Surat Al-An’am yang berbicara tentang kaum musyrik: Ma qadaru Allaha haqqa qadrihi idz qalu ma anzala Allahu ‘ala basyarin min syay’i (Mereka itu tidak memuliakan Allah sebagaimana kemuliaan yang semestinya, tatkala mereka berkata bahwa Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia).
Ketiga, qadar berati sempit. Malam tersebut adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti yang ditegaskan dalam Surat Al-Qadar: Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.
Kata qadar yang berarti sempit digunakan oleh Al-Qur’an antara lain dalam ayat ke-26 Surat Ar-Ra’du: Allahu yabsuthu al-rizqa liman yasya’ wa yaqdiru (Allah melapangkan rezeki bagi yang dikehendaki dan mempersempitnya [bagi yang dikehendakinya]).
Pewarta: Fathoni Ahmad
Editor: Muchlishon