Prof Quraish Shihab Jelaskan Puasa adalah Upaya Meneladani Sifat Allah
Sabtu, 25 Maret 2023 | 16:00 WIB
Jakarta, NU Online
Cendekiawan Muslim Indonesia, Prof Muhammad Quraish Shihab mengatakan, ketika menjalankan rukun Islam, di antaranya puasa, tentu seseorang berupaya meneladani sifat-sifat Allah. Kebutuhan fa'ali manusia adalah makan, minum, hubungan suami dan istri, serta masih ada kebutuhan-kebutuhan lain di luar kebutuhan fa'ali.
“Tetapi kebutuhan akan makan dan minum itu bisa ditangguhkan sementara oleh manusia dalam beberapa waktu. Berbeda halnya dengan bernafas, kita tidak bisa tahan untuk tidak menghirup oksigen. Allah swt tidak makan, tidak minum, tidak memiliki pasangan, nah inilah yang diteladani oleh manusia dari sifat Allah, sesuai dengan kemampuan manusia,” tututnya dalam Youtube Quraish Shihab, Kamis (23/3/2023).
Menurutnya, Allah mengukur bahwa rata-rata manusia bisa menahan tidak makan dan minum dan lebih bisa lagi untuk tidak berhubungan seks dengan suami atau istrinya kira-kira selama 12 jam.
Oleh karena itu, Allah swt menetapkan puasa dimulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari, walaupun sebenarnya masih bisa lebih dari itu. Buktinya ada orang Eropa yang mungkin puasanya itu sampai 14 jam atau 15 jam.
“Allah tidak makan, tidak minum, tidak memiliki pasangan. Inilah yang pertama diperintahkan melalui puasa agar diteladani oleh manusia. Tetapi sebenarnya bukan cuma itu yang mestinya diteladani. Dari segi syariat memang seperti itu, tetapi dari segi substansi yang dikehendaki oleh agama adalah meneladani sifat-sifat Allah, meneladani bagaimana dia maha pemaaf, maha mengetahui, menahan amarah, maha dermawan, dan maha kaya,” jelasnya.
Prof Quraish menyebutkan bahwa Allah Maha Kaya itu bukan dalam arti memiliki kekayaan yang banyak, tetapi kayanya Allah itu tidak membutuhkan sesuatu. Kalau di dalam bahasa Arab ada yang namanya ghaniy, ada namanya tsaniy.
Tsaniy itu orang yang banyak hartanya, sedangkan ghaniy itu orang yang tidak butuh, dan yang tidak butuh itu hanya Allah, yang memiliki kebutuhan itu manusia-manusia.
“Allah tidak butuh sesuatu untuk wujudnya juga tidak butuh sesuatu untuk kelanjutan wujudnya. Kita manusia butuh Allah untuk mewujudkan kita, setelah dia wujudkan, kita masih membutuhkan kebutuhan untuk melanjutkan hidup kita,” pungkasnya.
Kontributor: Afina Izzati
Editor: Fathoni Ahmad