Rais ‘Aam PBNU KH Ma’ruf Amin mengatakan, santri saat ini tetap harus berperan; kalau dulu secara fisik yaitu merebut kemerdekaan dan mempertahankannya, saat ini membela keesepakatan-kesepakatan para ulama yang telah menyelesaikan persoalan kebangsaan dan kenegaraan, yang sudah mengsinkronisasi dan mengharmonisasi pemahaman islam dan kebangsaan.
“Karena itu, Islam dan kebangsaan tidak boleh saling bertabrakan. Tidak boleh terjadi konflik karena ini terselesaikan dan sudah tersinkronisasikan oleh para ulama, para pendiri bangsa ini,” katanya di PBNU, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Mana kala ada benturan antara Islam dan kebangsaan, berarti ada mispersepsi, ada salah pemahaman. Bisa saja pemahaman itu salah dari cara memahami Islam sehingga terjadi benturan dengan kebangsaan. Bisa juga sebaliknya salah di dalam menafsirkan kebangsaan, sehingga timbul benturan dengan Islam.
“Nah, ini yang tidak boleh terjadi. Itu tugas kita santri sekarang, mengawal harmonisasi dan integrasi dan pemahaman yang ada pada Islam dan pemahaman yang ada pada kebangsaan. Itu menjadi penting karena adanya kelompok-kelompok radikal,” jelasnya.
Karena itu, maka langkah yang harus dilakukan santri adalah melakukan kontraradikalisme dan deradikalisasi serta mengeliminasi kelompok-kelompok intoleran.
“Kelompok intoleran itu yang jangankan kepada non-Muslim, kepada sesama Islam saja tidak toleran. Kelompok ini saya menamakannya ananiyah jamaiyah, ego kelompok, ashobiyah jam’iyyah sehingga selain kelompok golongannya dianggap sesat dan kafir,” tegasnya.
Kalau kelompok seperti itu dibiarkan berkembang, akan terjadi konflik-konflik yang luar biasa.
“Kewajiban santri NU terutama harus menjaga ini dan melakukan pencegahan-pencegahan dan pengawalan-pengawalan untuk merawat kerukunan keislaman dan kebangsaan kita,” lanjutnya. (Abdullah Alawi)