Jakarta, NU Online
Dalam Bahtsul Masail Qanuniyyah Munas Alim Ulama di Musyawarah Alim Ulama dan Konferensi Nahdlatul Ulama 2021 yang dilaksanakan di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, NU mengusulkan beberapa rekomendasi untuk Rencana Undang-Undang (RUU) Pelarangan Minuman Berakohol, Sabtu (25/9/2021).
Salah satu rekomendasi yang diajukan adalah agar undang-undang pelarangan minuman alkohol tidak hanya diberlakukan pada jenis minuman saja, tetapi juga pada makanan. Karena pada dasarnya tidak hanya minuman yang bisa memabukkan, makanan juga.
"Seharusnya larangan ini tidak spesifik pada minuman saja, tetapi makanan juga. Ini kan illatnya iskâr (memabukkan). Sementara tidak hanya minuman yang berpotensi iskâr, makanan juga," usul Marzuki Wahid sebagai salah satu peserta Bahtsul Masail Qanuniyyah.
Selain itu, lanjut Marzuki, redaksi 'Pelarangan' dalam RUU juga kurang tepat. Labih cocok jika menggunakan redaksi 'Pengaturan'. "Ini bukan fiqih, tapi qanun (undang-undang)," imbuhnya.
Sementara KH Shalahuddin Al-Ayyubi yang juga sebagai salah satu anggota Bahtsul Masail Qanuniyyah mengusulkan agar istilah ‘alkohol’ tidak dipukul rata sebagai minuman yang diharamkan, karena tidak meski minuman yang mengandung alkohol dikategorikan sebagai khamr.
Menurut KH Shalahuddin, Rasulullah saw sendiri pernah minum air perasan anggur (‘ashîr), pada hari berikutnya beliau masih meminumnya, sementara pada hari ketiga Rasulullah tidak meminumnya dengan alasan sudah berubah menjadi khamr.
"Seandainya semua minuman beralkohol itu haram, mestinya Rasulullah tidak minum ‘ashîr sejak hari pertama karena ‘ashîr itu mengandung pada dasarnya mengandung alkohol," imbuhnya.
Usulan berikutnya disampaikan oleh Rasi Syuriah NU NTT, KH Ali Rosydi Hasbullah, agar Undang-Undang (RUU) Pelarangan Minuman Beralkohol tidak digeneralkan pada semua alkohol, tetapi juga harus diatur berapa kadar yang bisa menyebabkan minuman beralkohol haram untuk dikonsumsi.
Karena itu, rumusan Bahtusl Masail Qanuniyah itu memutuskan, Nahdlatul Ulama memandang perlu pengaturan minuman beralkohol yang meliputi: pelarangan, pengendalian, dan pengawasan terhadap produksi, peredaran, dan konsumsi.
"Pengaturan tidak perlu menggunakan istilah-istilah agama tertentu, tetapi pengaturan berbasis kesehatan dan meresahkan masyarakat. Misalnya, menjaga akal itu bukan ajaran Islam saja, tapi juga ajaran agama-agama lain," papar H Marzuki Wahid saat membacakan hasil rumusan.
Ia merinci usulan ruang lingkup pengaturan minuman beralkohol ini meliputi Ketentuan Umum yang mencakup definisi, asas, dan tujuan; klasifikasi mencakup penggolongan Minuman Beralkohol dalam kategori berdasarkan kadar alkohol dan kandungannya. Juga dicakup tentang jenis Minuman Beralkohol Tradisional dan Minuman Beralkohol Racikan/Campuran.
Untuk larangan, lanjutnya, mencakup larangan mulai dari aspek produksi, distribusi dan konsumsi. Sementara pengendalian berisi skema pemerintah untuk mengatur pengendalian dari aspek produksi, distribusi dan konsumsi. "Pengawasan, mecakup pengawasan Minuman Beralkohol dan pembentukan Tim Terpadu di tingkat Pusat dan Daerah," imbuhnya.
"Berikutnya, partisipasi masyarakat merupakan ruang partisipasi masyarakat terkait minuman beralkohol. Ketentuan Pidana berisi ancaman pidana dan denda yang dijatuhkan apabila melanggar larangan," pungkasnya.
Kontributor: Muhamad Abror
Editor: Kendi Setiawan