Nasional

Santri Didorong Jadi Penguat Iklim Literasi Digital 

Rabu, 20 Juli 2022 | 16:30 WIB

Santri Didorong Jadi Penguat Iklim Literasi Digital 

Tangkap layar pembukaan acara 'Literasi Digital dalam Melihat Peran dan Peluang Santri Milenial di Era Digital' di Pondok Pesantren Al-Kahfi Kebumen Jawa Tengah, Rabu (20/7/2022).

Kebumen, NU Online

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengatakan gerakan literasi digital yang digaungkan Nahdlatul Ulama bisa memelihara persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, serta memberikan keberkahan dalam kehidupan.


Menurut dia, kaum Nahdliyin memiliki ciri khas literasi tersendiri yang terus dijaga secara rapi hingga bersambung kepada Rasulullah pembawa agama.


Hal ini disampaikannya dalam pembukaan acara 'Literasi Digital dalam Melihat Peran dan Peluang Santri Milenial di Era Digital' di Pondok Pesantren Al-Kahfi Kebumen Jawa Tengah, Rabu (20/7/2022).


"Gerakan literasi digital ini, mudah-mudahan dapat memberikan sumbangan untuk menciptakan harmonisasi sosial, memelihara kesatuan dan persatuan, memelihara perdamaian dan kerjasama untuk masa depan peradaban umat Islam," jelasnya.


Ia menegaskan, literasi digital adalah sebuah keharusan yang tidak bisa diabaikan oleh masyarakat Indonesia khususnya kaum Nahdliyin. Literasi sendiri adalah kemampuan mengelola informasi dari apa yang dilihat, dibaca dan ditulis.


Saat ini suasana pergaulan ala digital semakin mendominasi ruang hidup masyarakat, sehingga perlu gerakan bersama menuju lebih positif dan menghindari berbagai potensi negatif. Salah satunya lewat literasi digital yang bermanfaat.


"Dimensi yang penting untuk dikembangkan dalam gerakan literasi digital yaitu ditekankan pentingnya menghormati, memegangi hubungan dengan guru-guru yang sungguh-sungguh mengemban sanad bersambung hingga sumbernya," ujar tokoh yang akrab disapa Gus Yahya ini.


Gus Yahya menekankan, dalam memanfaatkan teknologi digital, Nahdlatul Ulama memiliki ciri khasnya sendiri. Mudahnya, kaum Nahdliyin harus bisa  bersikap bijak dalam menerima dan menyebarkan sebuah informasi. 


Selain itu, dalam menyebarkan informasi, Nahdliyin harus sungguh-sungguh memastikan jika informasi tersebut merupakan informasi yang teruji kebenarannya, faktualitasnya, dan kredibilitasnya. 


"Lebih dari itu, khusus menyangkut informasi yang terkait dengan agama, NU memiliki konsentrasi yang lebih fundamental," ungkapnya.


Gus Yahya menambahkan, literasi digital yang dikembangkan jangan menyimpang dari ciri khasnya NU yaitu keberkahan. Di dalam wawasan NU, agama adalah sesuatu yang bukan hanya terkait dengan dimensi kognitif, bukan hanya informasi dan pengetahuan aqliah saja. 


Namun juga menyangkut ruhaniah yang mendalam. Beragama menjalankan tuntunan Islam, jadi tidak hanya berpikir apa yang benar dan akurat secara akal. Tapi juga mementingkan barakah dari kehidupan beragama. Barakah itu seperti diajarkan oleh guru-guru NU yang terdekat yaitu sanad keilmuan. 


"Beragama ini bukan hanya sekedar mengamalkan apa yang kita simpan di dalam pengetahuan aqliah, tapi bagaimana kita menghubungkan diri pada sanad keagamaan kepada Nabi Muhammad. Inilah ciri khas literasi NU, sanad," imbuh Gus Yahya.


Dikatakan Gus Yahya, literasi digital dengan memperhatikan sanad adalah cara NU memelihara barakah dari kehidupan beragama. Dalam kehidupan Nahdliyin telah menempatkan barakah pendidikan seumur hidup, bisa diharapkan dari mengikuti para ulama. 


Melepaskan diri dari para ulama membawa resiko yang mengkhawatirkan, salah satunya hilangnya barakah. Pentingnya bagi Nahdliyin mengembalikan semangat mengikuti ulama ahli sanad sebagai upaya kita mempertahankan barakah.


"Jangan sampai ini hilang karena tidak mementingkan sanad. Mengikuti ulama dalam hal ini tidak hanya berarti mengikuti pandang dan tingkah laku, tapi disertai akhlak. Termasuk Akhlak menghormati perbedaan pendapat ulama. Begitu literasi digital NU," ungkap Gus Yahya.

 

Santri bagian era digital

Sementara itu, Ketua Lembaga Pendidikan Ma'arif Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ( LP Ma'arif PBNU ), Muhammad Ali Ramdhani meminta kaum santri menjadi bagian dari era digital ini. Karena ini adalah ruang untuk melanjutkan perjuangan dalam syi'ar Islam dan meluruskan peradaban.


"Jika kita sederhana kan, literasi digital adalah percakapan seputar digital. 20-30 tahun ke depan dunia digital jadi seluruh warna kehidupan. Hal yang tidak diwakili dunia digital adalah tidur," pintanya.


Oleh karenanya, perlu bagi santri menjadi pemain utama dalam literasi digital karena mereka adalah agent of change. Padahal dasarnya literasi digital meliputi banyak hal. Meliputi pengetahuan, kemampuan atau keterampilan dan attitude yang baik. 


"Elemen esensial dalam literasi digital memahami sebuah hal konstruktif tanpa merubah konten. Pola-pola komunikasi jadi masalah penting dalam literasi. Selanjutnya yaitu kepercayaan diri, kritis dan kreatif," tekannya.


Senada dengan hal di atas, Ketua Yayasan Pondok Pesantren Al-Kahfi Hidayat Aji Pambudi mengatakan instansinya siap jadi pusat digital dunia santri.  


"Kita berkomitmen menjadi pondok pesantren yang fokus sebagai pusat ilmu pengetahuan dan teknologi ke depannya. Sehingga santri melek literasi digital. Bisa membuka pemikiran dan memanfaatkan teknologi," tandasnya.


Pewarta: Syarif Abdurrahman
Editor: Kendi Setiawan