Sarbumusi Tuntut Pemerintah Perbaiki Kebijakan Pajak dan Fokus Tingkatkan Kesejahteraan Rakyat
Selasa, 26 November 2024 | 12:00 WIB
Kebijakan pajak perlu diperbaiki dan kesejahteraan rakyat harus ditingkatkan. (Ilustrasi: NU Online)
Jakarta, NU Online
Pemerintah berencana untuk menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada Januari 2025 mendatang. Namun, rencana ini belum diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan rakyat, khususnya golongan pekerja mikro, kecil, dan menengah.
Hal itu disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Dewi Hutabarat kepada NU Online pada Selasa (26/11/2024/.
Menurutnya, paling tidak ada tiga isu berkaitan ini yang menjadi sorotan. Pertama, Dewi menilai bahwa penggunaan pajak saat ini lebih banyak diarahkan untuk memperkuat sektor-sektor besar. Sementara sektor-sektor mikro yang menyerap sebagian besar tenaga kerja, seperti pekerja informal dan usaha mikro, justru terabaikan.
"Fokus negara pada pemilik modal dan usaha besar dan raksasa, menjadikan ekonomi negara condong pada membesarkan yang sudah besar dan digdaya. Kebijakan negara terhadap rakyat mikro, termasuk buruh dan pekerja, masih berbasis pada pemberian bantuan-bantuan dan bukan pada penguatan kapasitas masyarakat," katanya.
Kedua, Dewi menilai bahwa pajak saat ini sangat menekan usaha mikro kecil yang kini tengah berjuang bertahan dalam kondisi ekonomi yang melambat. Ia menyebut tindakan pengelola pajak yang memblokir rekening usaha rakyat dan menyita aset usaha kecil sebagai bentuk kesewenang-wenangan negara.
Menurutnya, hal tersebut hanya akan memperburuk kondisi perekonomian rakyat, memperbanyak pengangguran, dan menyebabkan banyak usaha mikro bangkrut.
"Kasus-kasus pajak yang ditangani oleh kantor pajak negara dengan cara memblokir rekening usaha rakyat dan penyitaan aset pada usaha-usaha mikro kecil yang bisa jadi sedang mati-matian berupaya untuk tetap bertahan dan artinya mempertahankan karyawan pekerjanya untuk dapat terus bekerja, merupakan bentuk kesewenang-wenangan negara hari ini," jelasnya.
Ketiga, Dewi menyebut praktik korupsi dan pungutan liar (pungli) di Indonesia, termasuk dalam urusan pajak, menjadi sorotan besar. Ia mengungkapkan kekhawatiran tentang adanya negosiasi pajak yang melibatkan tekanan pada usaha mikro kecil yang tidak berdaya.
"Belum lagi korupsi uang pajak negara yang notabene adalah patungan rakyat, masih sangat luas terjadi, sehingga bisa dipastikan ada banyak uang pajak yang tidak digunakan untuk kepentingan rakyat," terangnya.