Sarbumusi: UU KIA Penghargaan Hak Reproduksi Perempuan di Dunia Kerja
Rabu, 5 Juni 2024 | 13:00 WIB
Jakarta, NU Online
Dewan Perwakilan Rakyat resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan menjadi Undang-Undang dalam rapat paripurna ke-19 di Gedung Nusantara II Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/6/2024).
Keputusan tersebut disambut baik Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia. Presiden Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Konfederasi Sarbumusi Irham Ali Saifuddin menilai pengesahan UU KIA sebagai bentuk kehadiran dan kepedulian negara terhadap pemersiapan lahirnya generasi emas Indonesia di masa depan.
“UU KIA ini juga jawaban yang sudah ditunggu lama oleh kaum buruh terhadap penghargaan reproductive rights (hak reproduksi) bagi perempuan di dunia kerja berupa cuti maternitas (maternity leave) termasuk di dalamnya cuti hamil,” ujar Irham kepada NU Online, Rabu (5/6/2024).
Undang-undang KIA merumuskan ibu pekerja bisa mendapatkan cuti paling lama 6 bulan, atau 3 bulan lebih lama daripada aturan sebelumnya. Ibu pekerja yang melaksanakan cuti melahirkan juga tidak boleh diberhentikan dari pekerjaannya dan tetap mendapatkan gaji.
Dalam aturan itu, disebutkan ibu pekerja yang melaksanakan cuti melahirkan berhak mendapatkan upah secara penuh untuk 3 bulan pertama dan bulan keempat serta 75 persen dari upah untuk bulan kelima dan keenam.
“Jaminan cuti berbayar bagi perempuan hamil hingga 6 bulan di bawah kondisi tertentu ini saya yakin akan memiliki dampak langsung terhadap peningkatan produktivitas dan partisipasi di dunia kerja,” imbuh Irham.
Pengesahan UU KIA
Dewan Perwakilan Rakyat pada Selasa (4/6/2024) menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan untuk disahkan menjadi undang-undang. UU tersebut diharapkan bisa menyelesaikan masalah ibu dan anak pada fase seribu hari pertama kehidupan.
RUU KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan merupakan inisiatif DPR yang proses legislasinya dimulai sejak September 2022. Selain membahas RUU tersebut dengan pemerintah, Komisi VIII DPR juga mendengarkan saran dan masukan dari berbagai pihak.
Komisi VIII juga menerima masukan dan kesaksian tentang anak yang telantar, kekurangan pengasuhan, ibu tunggal yang menanggung anak yang terimpit antara bekerja dan mengasuh anak, keluarga yang menghadapi keterbatasan akses dan layanan kesehatan, dan sebagainya.
“Masukan tersebut membuka mata kami bahwa kesejahteraan ibu dan anak penting untuk dituangkan menjadi produk UU dan melahirkan generasi baru yang semakin berkualitas bagi Indonesia,” ujar Diah.
Awalnya, RUU mengatur kesejahteraan ibu dan anak secara umum. Namun, akhirnya disepakati bahwa fokus RUU tersebut adalah mengatur kesejahteraan ibu dan anak pada fase 1.000 hari pertama kehidupan, yaitu kehidupan anak sejak janin dalam kandungan hingga anak berusia dua tahun.
UU KIA cuti melahirkan
Dalam UU KIA disebutkan tentang Hak dan Kewajiban Ibu, tertera bahwa setiap ibu yang bekerja berhak mendapatkan cuti melahirkan paling sedikit 6 bulan. Berikut isi salinan UU KIA terkait hak cuti melahirkan bagi ibu bekerja:
Ayat (3) Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), setiap Ibu yang bekerja berhak mendapatkan:
Cuti melahirkan dengan ketentuan: Paling singkat 3 (tiga) bulan pertama; dan Paling lama 3 (tiga) bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.