Nasional

Soal Ahwal, Slamet Effendy Minta Kembalikan pada Aturan

Selasa, 12 Februari 2013 | 12:25 WIB

Surabaya, NU Online
Rencana PWNU Jawa Timur yang akan menggunakan metode Ahlul Halli wal Aqdi (Ahwal) pada konferensi mendatang mendapat respon dari salah seorang Ketua PBNU, H Slamet Effendy Yusuf.
<>
Mantan Ketua Umum PP GP Ansor dua periode ini mengapresiasi rencana PWNU Jawa Timur yang akan menggunakan metode Ahlul Hallu wal Aqdi. Namun karena NU adalah sebuah organisasi, maka sudah seharusnya semua dikembalikan pada aturan yang ada. Dan untuk proses pemilihan calon rais maupun ketua adalah dilakukan dengan pemilihan secara langsung, bukan perwakilan.

“Tujuan dari akan digunakannya konsep Ahlul halli wal Aqdi mungkin baik dan sangat kita hargai,” katanya pada NU Online (12/2). “Bisa jadi, ide dasarnya adalah keprihatinan lantaran dengan pilihan langsung terkesan ada pertarungan antarulama,” lanjutnya. 

Namun, prosesi pemilihan calon rais dan ketua secara langsung adalah produk keputusan tertinggi organisasi, yakni muktamar. 

“Kalau ternyata akan ada perubahan formula, maka hendaknya itu disampaikan pada forum tertinggi yakni muktamar,” tandasnya. Bahkan PBNU sekalipun tidak boleh melakukan perubahan apapun dalam aturan yang telah ditetapkan pada forum tertinggi tersebut. 

Kalau ada yang menyatakan bahwa Ahwal pernah digunakan saat Muktamar Situbondo, Slamet yang juga aktif pada Muktamar Situbondo tahun 1984 mengingatkan bahwa kala itu forum muktamirin menghendaki. “Pada pandangan umum, sejumlah pengurus wilayah dan kiai berpengaruh telah menawarkan konsep ahlul halli wal aqdi untuk kepengurusan PBNU kala itu,” katanya. “Dan akhirnya forum muktamar menyetujui digunakannya model Ahlul Halli wal Aqdi tersebut,” lanjutnya.

Oleh karena itu, Slamet berharap semua pihak untuk mengembalikan segala aturan kepada AD/ART NU yang telah diputuskan pada forum tertinggi yakni muktamar. “Kalau memang akan ada perubahan, maka silahkan konsep itu dibawa dan diperjuangkan pada forum muktamar,” tandasnya.

Keberadaan konferensi wilayah dalam pandangan Slamet, tidak bisa dijadikan media untuk menggunakan konsep Ahwal saat menentukan komposisi kepengurusan. “Saran saya, kembalikan semua kepada aturan main yakni AD/ART yang telah diputuskan muktamar,” pungkasnya. 

Redaktur     : Hamzah Sahal
Kontributor : Syaifullah


Terkait