Stunting Masih Tinggi, Bisa Dicegah Lewat Gizi Seimbang hingga Perilaku Hidup Bersih
Rabu, 8 Oktober 2025 | 22:00 WIB
Jakarta, NU Online
Direktur Pelayanan Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Lovely Daisy menyampaikan bahwa pencegahan tengkes (stunting) di Indonesia harus dilakukan secara komprehensif, mencakup pemenuhan gizi seimbang, pencegahan kecacingan, serta peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Hal tersebut disampaikan dalam Acara Media Talk dengan tema Kasus Anak Cacingan dari Perspektif Perlindungan Anak di Co-Working Space, Kantor Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Jakarta Pusat pada Rabu (8/10/2025).
Daisy menjabarkan bahwa saat ini, Indonesia masih menghadapi triple burden of malnutrition atau tiga beban gizi, yakni kekurangan gizi makro, kekurangan zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral, serta kelebihan berat badan atau obesitas. Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024 menunjukkan bahwa 19,8 persen balita mengalami stunting, 7,4 persen wasting, dan 16,8 persen underweight.
“Masalah gizi pada anak disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari asupan gizi yang tidak adekuat pada ibu hamil, ibu menyusui, dan balita, hingga infeksi berulang seperti kecacingan akibat sanitasi yang buruk,” ujarnya.
Ia mengatakan bahwa infeksi cacing atau soil transmitted helminths (STH) menjadi salah satu penyebab gangguan penyerapan gizi pada anak.
“Cacingan disebut sebagai pencuri gizi karena menghambat pertumbuhan dan perkembangan, bahkan dapat memicu stunting bila tidak segera ditangani,” katanya.
Daisy menyampaikan bahwa langkah pencegahan stunting perlu dilakukan untuk kesehatan anak dan balita melalui pemberian ASI eksklusif selama enam bulan, pemberian MPASI bergizi seimbang, imunisasi rutin, pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak, serta pemberian vitamin A dan obat cacing dua kali setahun bagi anak usia 1-12 tahun.
“Pencegahan kecacingan dilakukan melalui Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Albendazol dua kali setahun, serta edukasi kepada orang tua dan masyarakat agar menjaga kebersihan lingkungan, mencuci tangan pakai sabun, dan menggunakan toilet yang sehat,” katanya.
Ia menyampaikan bahwa pentingnya peran orang tua dan masyarakat dalam memantau kondisi fisik, psikologis anak, memenuhi kebutuhan gizinya, serta segera membawa anak ke fasilitas kesehatan bila menunjukkan tanda-tanda sakit.
“Anak sehat adalah investasi masa depan bangsa. Jika pertumbuhan anak terganggu sejak dini, dampaknya akan terasa sepanjang hidup, baik terhadap kemampuan belajar maupun produktivitas kerja di masa depan,” katanya.
Daisy berharap dengan langkah pencegahan tersebut, angka stunting dan kasus kecacingan di Indonesia terus menurun.”Jika kasus stunting menurun maka dapat mewujudkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang sehat, cerdas, dan produktif,” ujarnya.
Senada, Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak KemenPPPA, Pribudiarta Nur Sitepu menyampaikan bahwa peran orang tua sangat besar dalam pencegahan stunting pada anak.
“Orang tua secara langsung menjadi role model bagi anak dalam melakukan PHBS. Orang tua yang memberikan pengawasan dan edukasi terkait PHBS membuat anak lebih mampu menjalankan perilaku itu,” katanya.
“Tapi jika orang tua tidak menjalankan PHBS maka berisiko stunting bahkan kecacingan semakin tinggi,” sambung Pribudiarta.
Ia menambahkan bahwa peran sekolah juga penting dalam mencegah kasus tersebut. “Edukasi tentang PHBS terus disampaikan, pada sekolah jika tidak menerapkan PHBS maka berdampak pada prestasi anak dan membuat lingkungan belajar tidak kondusif,” ujarnya.