Jombang, NU Online
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) bekerjasama dengan jaringan Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) dan beberapa kampus menyelenggarakan Halfday Workshop Hoax Busting and Digitalf Hygine di Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.
Kegiatan ini diikuti lebih dari 1.000 peserta dan digelar serentak di 20 kota. Di Jombang sendiri diikuti oleh ratusan santri, mahasiswa Universitas Hasyim Asy'ari, dan kampus di sekitar Jombang hingga Kediri.
Wakil Rektor III Universitas Hasyim Asy'ari Mif Rohim menjelaskan Al-Qur'an telah membahas masalah hoak, yaitu saat istri Nabi Muhammad bernama Aisyah yang dituduh selingkuh.
"Kemajuan suatu bangsa tergantung dari kemajuan literasi mereka," katanya, Ahad (22/9).
Ia menceritakan bahwa di zaman Bani Abbasyah hasil karya dalam bentuk tulisan dihargai dengan emas, sehingga keilmuan sangat maju. Penerjemahan semakin banyak dan perpustakaan pun dibangun megah. "Bahkan saat itu ada pulau atau daerah khusus menampung karya-karya penulis," tambah Rohim.
Ketua Umum AJI Abdul Manan mengatakan, kegiatan ini dilatarbelakangi oleh fenomena sangat banyak dan cepatnya penyebaran informasi di era digital, terutama melalui media sosial. Muatan dari informasi itu beragam. Mulai dari informasi yang bermanfaat dan dibutuhkannya publik hingga informasi palsu (hoaks), disinformasi, atau kabar bohong.
Penyebaran informasi palsu berupa teks, foto hingga video itu memiliki tujuan beragam. Ada yang sekedar untuk lelucon, tapi ada juga yang mengandung kepentingan politik atau ekonomi.
"Yang merisaukan, hoaks ini menyebar sangat mudah cepat di sosial media. Tidak sedikit publik yang serta merta mempercayainya," kata Abdul Manan.
Dijelaskan, bukan hanya publik yang mempercayai dan menyebarluaskan informasi palsu tersebut. Terkadang media pun turut mendistribusikannya. Entah karena ketidaktahuan, sekadar ingin menyampaikan 'informasi' secara cepat, atau memang sengaja untuk tujuan-tujuan tertentu.
"Mudahnya penyebaran informasi palsu itu dipicu oleh banyak sebab, termasuk karena kurangnya pemahaman dan pengetahuan tentang apa itu informasi palsu dan bagaimana cara menangkalnya," ungkapnya.
Situasi semacam itulah yang mendorong Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dengan dukungan Internews dan Google News Initiative, mengadakan halfday basic workshop serentak di 20 kota ini. Kegiatan ini diperuntukkan bagi masyarakat umum, mahasiswa, dan akademisi agar bisa melakukan pengecekan fakta secara mandiri.
Materi yang diberikan dalam pelatihan ini meliputi teknik mendeteksi informasi palsu, selain bagaimana berselancar di dunia digital yang sehat dan aman. "Salah satu tujuan praktis dari kegiatan ini adalah agar masyarakat dapat melakukan verifikasi sendiri terhadap informasi yang beredar di dunia digital, khususnya media sosial," kata Manan.
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Rahmad Ali yang datang ke Pesantren Tebuireng mengatakan, kolaborasi dengan AJI ini dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa, khususnya aktivis pers mahasiswa, dalam memfilter informasi. Harapan tertingginya adalah mendorong mahasiswa untuk ikut menjadi penangkal hoaks.
"Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas dan keterampilan persma dalam memanfaatkan tools pengecekan fakta sehingga bisa terlibat dalam kampanye memerangi hoaks," ujarnya.
Kegiatan workshop ini digelar serentak di kota-kota berikut: Surabaya, Jember, Jombang, Pamekasan, Malang (Jawa Timur); Pekalongan (Jawa Tengah); Medan (Sumatera Utara), Mataram (Nusa Tenggara Barat); Makassar (Sulawesi Selatan); Palu (Sulawesi Tengah); dan Banjarmasin (Kalimantan Selatan).
Dalam pelaksanaan workshop ini, AJI bekerja sama dengan pers mahasiswa jaringan PPMI dan perguruan tinggi. Persma yang menjadi partner adalah Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Teknokra, Universitas Lampung dan Asosiasi Pers Mahasiswa Sumatera.
Sedangkan perguruan tinggi yang menjadi mitra AJI dalam kegiatan ini masing-masing Universitas Al-Azhar, Universitas Islam Negeri (UIN) Sarif Hidayatullah (Jakarta), dan Universitas Bunda Mulia, Serpong (Tangerang Selatan).
Selanjutnya Fakultas Ilmu Komunikasi (Universitas Panglima Soedirman, Purwokerto (Jawa Tengah); Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare (Sulawesi Selatan); Sekolah Tinggi Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Aceh Tengah; Universitas Islam Negeri Sultan Thaha (Jambi), dan Universitas Dehasen (Bengkulu).
Dikatakan, ada lebih dari 2.000 peserta dari 20 kota yang mendaftarkan diri. Pada tahun 2019 ini, AJI menargetkan bisa melatih 3000 pengecek fakta secara nasional. Dalam program yang sama tahun 2018 lalu, AJI telah melatih 2.622 pengecek fakta dari unsur jurnalis, mahasiswa, dan akademisi.
Kontributor: Syarif Abdurrahman
Editor: Abdul Muiz