Nasional

Tantangan Penting NU, Kembangkan Dakwah dan Ekonomi Umat

Selasa, 22 Januari 2019 | 08:20 WIB

Tantangan Penting NU, Kembangkan Dakwah dan Ekonomi Umat

Zastrouw Al-Ngatawi (via istimewa)

Jakarta, NU Online
Pada 31 Januari 2019 Nahdlatul Ulama mencapai usia yang ke-93 tahun setelah didirikan pada tanggal dan bulan yang sama pada tahun 1926 silam. Perubahan sosial makin deras dan cepat membuat tantangan NU juga tidak kian mudah.

Budayawan Zastrouw Al-Ngatawi mengatakan, tantangan penting NU hari ini dan ke depan pertama ialah soal perubahan gaya hidup umat beragama dan pemahaman terhadap agama itu sendiri.

“Banyak cara-cara dakwah NU yang mulai tidak relevan dengan gaya hidup masyarakat, khususnya masyarakat urban,” ujar Zastrouw saat dihubungi, Selasa (22/1).

Kondisi ini, menurutnya, dimanfaatkan oleh kelompok formalis-simbolis dengan membuat format gaya hidup keagamaan yang sesuai dengan budaya kaum urban.

Setelah tertarik pada gaya hidup keagamaan, maka kaum formalis-simbolik menanamkan paham keagamaan yang juga simbolik-formal yang kadang tidak sesuai dengan hakam keagamaan NU. 

“Akibatnya cara hidup beragama dan pemahaman agama model NU menjadi tersingkir karena dianggap tidak menarik. Inilah tantangan NU ke depan,” tegas Ketua Lesbumi PBNU 2010-2015 ini.

Tantangan kedua, lanjut Zastrouw, adalah soal peningkatan ekonomi umat. Ini bukan soal Marxian apa tidak, tapi secara faktual, faktor ekonomi memang menjadi faktor dominan terjadi penggerusan ideologi umat.

“Dalam konteks ini dibutuhkan kemampuan mengkonversi modal sosial, kultural, dan simbolik yang dimiliki NU menjadi kapital ekonomi yang material dan konkret,” jelas Pimpinan Grup Musik Religi Ki Ageng Ganjur ini.

Menurutnya, selama ini memang sudah terjadi proses konversi kapital tersebut tapi masih dilakukan secara individu dan lebih untuk kepentingan individu.

“Karena dilakukan secara individual, maka hasil konversi tidak maksimal, materi yang diperoleh tidak sebanding dengan kapital sosial dan kultural yang dikonversi,” terangnya.

Jika konversi tersebut dilakukan secara sistemik dan kelembagaan, maka hasilnya akan lebih besar dan dampaknya akan lebih masif.

“Saya kira dua hal inilah yang menjadi tantangan dan agenda NU saat ini dan ke depan,” pungkas Dosen Pascasarjana UNUSIA Jakarta ini. (Fathoni)


Terkait