Tiga Tantangan Besar Masyarakat Saat Ini Menurut Sekjen PBNU
Sabtu, 29 Mei 2021 | 10:00 WIB
Jakarta, NU Online
Sekretaris Jendral (Sekjen) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) H Ahmad Helmy Faishal Zaini mengatakan, ada tiga tantangan besar yang saat ini tengah dihadapi masyarakat Indonesia. Jika berhasil melampaui tantangan tersebut, maka masyarakat Indonesia mendapatkan sebuah keberkahan.
Adapun tantangan pertama adalah kondisi bangsa yang sedang menghadapi kerasnya paham-paham radikal dan terorisme. Bahkan, di sebagian kalangan mereka memaknai jihad dengan angkat senjata.
"Padahal bagi kami, jihad yang utama adalah ketika seorang tukang becak berjuang menafkahi anak istrinya, bekerja dari mulai pagi hingga sore, itulah jihad sesungguhnya," katanya dalam forum Dialog Antar Umat Beragama di Gedung Sopo Marpikir HKBP, Jakarta Timur, Jum'at (28/5).
Ketika seorang guru mengajar untuk anak didiknya di sekolah, ketika para supir, petani, buruh pabrik, berjuang menafkahi anak istri, maka itulah yang menurutnya disebut dengan sejatinya manusia atau orang-orang berjihad.
Ia pun mengungkapkan data hasil survei yang dilakukan Populi Center bahwa empat persen penduduk Indonesia terpapar radikalisme. Ketika mereka ditanya setuju atau tidak dengan negara agama, mereka menyatakan setuju.
"Hal ini berarti menjadi PR kita untuk memberikan pencerahan dan edukasi kepada mereka. Ini harus terus-menerus dilakukan dengan berbagai macam upaya kreatif," tegasnya.
Oleh sebab itu, lanjutnya, NU senantiasa terdepan untuk mengembangkan dakwah Islam yang ramah bukan yang marah. Selalu menjadi pionir untuk mengajarkan Islam yang merangkul, bukan memukul.
"Saya teringat seorang ahli perang pernah berkata, kalau anda siap berdamai maka harus siap berperang. Artinya kalau paham-paham transnasional soal ajakan untuk radikal, teror, menebar kebencian, begitu deras melalui sosial media. Maka kita tidak boleh berpangku tangan," tegasnya.
Tantangan kedua lanjutnya adalah kondisi pandemi Covid-19 yang bukan hanya dihadapi Indonesia namun lebih dari 250 negara mengalami kesulitan yang luar biasa ini. Berbagai sektor kehidupan terdampak di antaranya sektor ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.
Namun dengan adanya pandemi ini menyadarkan manusia. Tuhan menunjukkan kepada kita bahwa ternyata sehebat dan sepintar apapun kita, ketika diberikan suatu musibah yang tidak terlihat oleh mata kita, kepandaian dan kekayaan serta kekuasaan kita tidaklah ada artinya.
"Hal ini menunjukkan bahwa kita ini sebetulnya hina dan kecil sekali di mata Sang Pencipta, maka apa hikmah yang bisa kita ambil dengan pelajaran Covid ini? Bahwa kalau kita masih diberikan rejeki yang begitu melimpah saatnya kita untuk lebih banyak berbuat kepada saudara-saudara kita," ujarnya.
Lebih lanjut ia menegaskan, salah satu fungsi agama adalah membebaskan umatnya dari kelaparan dan kemiskinan. Maka Covid ini menjadi momentum untuk bersatu bahu-membahu melakukan yang terbaik bagi masyarakat di mana pun berada.
Tantangan besar ketiga menurutnya adalah perubahan peradaban dunia di era revolusi 4.0 yang serba digital. Hal ini menurutnya adalah sesuatu yang bersifat memaksa. Mau atau tidak, manusia harus mengambil bagian penting dalam transformasi era digital ini.
"Sekarang sedang terjadi perubahan zaman yang luar biasa, dari apa yang disebut sebagai fase di mana kita serba flexible space, sedang berpindah menuju ruang baru yang disebut dengan cyberspace," tuturnya.
Ia menegaskan perubahan ini menjadikan masyarakat tergagap-gagap. Dari perekonomian yang konvensional bergerak menuju ekonomi digital, pendidikan jarak jauh, bahkan di bidang keagamaan pun kita sudah mengenal dakwah virtual.
"Orang-orang cerdas, mereka bisa membuat suatu transformasi masalah yang dihadapi dengan menjadikannya maslahah (kebaikan)," ungkapnya.
Kontributor : Disisi Saidi Fatah
Editor: Muhammad Faizin