Fazal Ghani Kakar (kanan) saat berkunjung ke Pesantren Sunan Pandanaran Sleman, DI Yogyakarta, 2013 lalu
Jakarta, NU Online
Salah satu ulama pejuang perdamaian Afganistan, Fazal Ghani Kakar berpendapat bahwa tidak bermadzhab dalam beragama bukanlah pilihan yang tepat. Karena pada kenyataannya, siapa pun, termasuk yang mengaku anti-madzhab, tak bisa lepas dari bermadzhab.
Ketua Nahdlatul Ulama Afganistan (NUA) ini menambahan, sikap anti-madzhab sejatinya menyebabkan para penganutnya mengikuti banyak “madzhab” lantaran sumber rujukan menjadi tak terpusat.
Hal ini berbeda bila umat Islam mengembalikan pendapat fiqihnya kepada ulama pemegang otoritas terbaik, yakni Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Hanbali. Persatuan umat Islam justru relatif terbangun dengan mengacu pada empat madzhab itu.
“Said Hawa mengatakan, barangsiapa yang tidak menganut madzhab, sesunggunya ia memecah belah umat menuju banyak madzhab,” ujarnya kepada NU Online selepas acara penutupan forum International Summit of Moderate Islamic Leaders (Isomil) di Jakarta, Selasa pekan lalu.
Karena itu ia pun menyebut kelompok anti-madzhab seperti Wahabi adalah ahli bid’ah karena sesunguhnya mereka bertaqlid kepada banyak ‘madzhab’, seperti kepada para pemuka kelompok atau orang lain yang tidak lebih otoritatif ketimbang empat imam madzhab.
“Di Afganistan, Wahabi ada tapi sedikit. Mereka umumnya para pelajar asal Afganistan yang pulang ke tanah air setelah belajar 3-4 tahun di Arab Saudi,” ujarnya.
Fazal Ghani Kakar menjelaskan, mayoritas Muslim Afganistan berhaluan Sunni yang menganut madzhab Hanafi di bidang fiqih. Sebagian mereka juga bergabung di beragam tarekat, seperti Naqsabandi, Chistiyah, Qadiriyah, dan lainnya. (Mahbib)