Ulama Fiqih Afrika Pastikan Negara Modern Sudah Sesuai Syariat Islam
Selasa, 7 Februari 2023 | 01:00 WIB
Prof Koutoub Moustapha Sano saat menyampaikan materi secara virtual di Muktamar Internasional Fikih Peradaban I yang digelar di Hotel Shangri-La Surabaya, Senin (6/7/2023). (Foto: Tangkapan layar)
Surabaya, NU Online
Ulama ahli fiqih asal Afrika Prof Koutoub Moustapha Kano memastikan bahwa bentuk negara-negara modern sudah sesuai dengan ajaran Islam. Menurutnya, hukum Islam bersifat dinamis yang bisa disesuaikan dengan konteks di wilayahnya masing-masing.
“Hukum fikih memiliki keluasan yang bisa disesuaikan dengan konteksnya masing-masing,” jelas Prof Kano saat menyampaikan materi secara virtual dalam acara Muktamar Internasional Fikih Peradaban I yang digelar di Hotel Shangri-La Surabaya, Senin (6/2/2023).
Sekjen Council of Islamic Fiqh Afrika itu menambahkan, bukan hanya soal negara modern yang mendapat legitimasi Islam, sifat dinamis Islam ini juga berlaku pada sistem ekonomi, sosial, dan sebagainya, asalkan sistem itu cocok dengan masyarakat setempat.
“Bentuk negara Islam yang ideal ini semuanya bersifat ijtihad yang dinamis yang bisa berubah karena perbedaan adat, tradisi, dan sebagainya,” imbuh Prof Koutoub.
Dalam kesempatan tersebut, ia juga menegaskan bahwa Rasulullah tidak pernah menentukan sebuah bentuk negara, misalnya negara kerajaan, kebangsaan atau yang lainnya. Hal yang terpenting adalah terjadi sebuah kesepakatan aturan yang ditentukan.
“Piagam Madinah ada aturan hubungan antar manusia yang telah memilih hidup bersama di suatu negara. Ini contoh yang dilakukan oleh Rasulullah,” ujar Prof Koutoub.
Ia juga menyinggung tentang sejarah Imam Syafi'i yang pernah membuat dua keputusan hukum, yaitu ketika di Baghdad dan Mesir, keduanya sering disebut dengan istilah qaul qadim dan jadid.
“Imam Syafi'i pernah memberikan jawaban yang berbeda karena perbedaan konteks ketika berada di Iraq dan Mesir,” tambah Prof Kano.
Lebih lanjut ia menjelaskan tentang lima maksud dibuatnya hukum syariah atau yang dikenal dengan istilah maqashidu syariah. Dibuatnya hukum Islam adalah untuk menjaga agama, akal, jiwa, keturunan, dan harta.
“Yang penting hukum tersebut bisa menjaga jiwa secara universal, menjaga harta muslim atau non muslim, dan sebagainya,” jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, ia mengajak ulama dunia agar tidak pernah ragu untuk berijtihad, karena produk hukum yang dibuat berabad-abad yang lalu, belum tentu cocok untuk diterapkan di masa kini.
“Jika ada hukum yang merusak stabilitas, maka jangan diadopsi,” terang Prof Kano.
Menurutnya, hukum yang dibuat di masa lalu kemudian ternyata malah merusak ekosistem kehidupan manusia, hal itu seperti obat kadaluwarsa yang akan merusakan sistem biologis dalam tubuh manusia.
Pewarta: Aiz Luthfi
Editor: Musthofa Asrori