Wahid Foundation Luncurkan Sembilan Indikator Desa Damai
Jumat, 8 Februari 2019 | 04:30 WIB
Jakarta, NU Online
Wahid Foundation bersama dengan UN Women berupaya keras mendorong partisipasi masyarakat level desa (dan kelurahan) untuk terlibat menjadi agen perdamaian dari 'bawah'. Sejauh ini, kerja sama kedua lembaga ini telah melahirkan sejumlah indikator atau ciri khas desa yang menyandang gelar sebagai desa damai.
Setidaknya, ada sembilan indikator yang telah ditetapkan keduanya. Indikator-indikator ini disusunkan melalui sejumlah proses termasuk dialog dan konsultasi bersama elemen perempuan, masyarakat dan perangkat desa.
Berikut kesembilan ciri desa damai: 1) adanya komitmen untuk mewujudkan perdamaian; 2) adanya pendidikan dan penguatan nilai perdamaian dan kesetaraan gender; 3) adanya praktik nilai-nilai persaudaraan dan toleransi dalam kehidupan warga; 4) adanya penguatan nilai dan norma kearifan lokal; 5) adanya Sistem Deteksi Dini pencegahan intoleransi; 6) adanya sistem penanganan cepat, penanggulangan, pemulihan kekerasan; 7) adanya peran aktif perempuan di semua sektor masyarakat; 8) adanya pranata bersama yang mendapat mandat untuk memantau pelaksanaan Desa/ Kelurahan Damai; dan 9) adanya ruang sosial bersama antar warga masyarakat. Kesembilan indikator tersebut saling berkaitan dan tentu pelaksanaannya butuh waktu, proses, dan kerja sama dari seluruh elemen masyarakat.
Kesembilan indikator itu masih memerlukan panduan teknis sehingga dapat diterapkan ke dalam kehidupan masyarakat desa secara nyata. Panduan ini memaparkan langkah-langkah praktis yang dapat diterapkan oleh anggota masyarakat dan perangkat desa untuk mengembangkan desa damai sesuai dengan kondisinya masing-masing.
Co-Founder Wahid Foundation, Yenny Wahid mengatakan panduan ini menunjukkan cara penerapan program ini. “Panduan Pelaksanaan sembilan Indikator desa damai yang diluncurkan hari ini berisi dokumen dan informasi yang dibutuhkan bagaimana program ini dikembangkan, dijalankan, dan diukur. Buku ini dihasilkan dari pengalaman selama dua tahun terakhir sehingga memudahkan untuk bisa diterapkan di daerah-daerah lain dengan berbagai penyesuaian berdasarkan kebutuhan dan konteks lokal” jelasnya di Jakarta, Jumat (8/2).
Di samping langkah-langkah praktis, panduan ini juga memaparkan prinsip-prinsip yang harus dijunjung, seperti penghormatan hak asasi manusia, non-diskriminasi, kesetaran gender, serta keterlibatan perempuan yang bermakna. Sebagai contoh, panduan ini menyarankan agar pelaksanaan indikator Desa Damai ini dikelola oleh Kelompok Kerja di tingkat desa yang keanggotaannya diisi oleh sekurangnya 30 persen unsur perempuan.
Dengan demikian, panduan ini disusun dengan tujuan untuk membantu pemerintah daerah, aparat pemerintahan desa, tokoh agama dan masyarakat, kelompok perempuan dan para pemangku kepentingan lainnya untuk bersama-sama mengukur kemajuan dalam mewujudkan Desa Damai. Panduan ini diharapkan dapat menjadi rujukan bersama untuk merencanakan, memantau pelaksanan, dan mengevaluasi upaya-upaya yang dilakukan untuk mewujudkan masyarakat yang saling menghargai sesama dan hidup dalam harmoni.
Selain peluncuran Panduan Pelaksanaan sembilan indikator desa damai, acara ini juga diisi dengan diskusi publik mengenai peran perempuan dalam memelihara perdamaian dan memperkuat kohesi sosial di Indonesia. (Ahmad Rozali)