Wakil Rais Aam PBNU Tegaskan Piagam PBB Punya Legalitas Syar'i
Jumat, 10 Februari 2023 | 20:05 WIB
Wakil Rais Aam PBNU KH Afifuddin Muhajir saat menyampaikan pidato pada Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I di Hotel Shangri-La Surabaya, Jawa Timur, Senin (6/2/2023). (Foto: NU Online/Saiful Amar)
Jakarta, NU Online
Wakil Rais Aam PBNU KH Afifuddin Muhajir menegaskan bahwa inti dari Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I adalah bahwa Piagam PBB mempunyai legalitas syar'i.
"Poin penting Muktamar Internasional Fiqih Peradaban dalam rangka Peringatan 1 Abad NU: "Piagam PBB memiliki legalitas syar'i," tulisnya melalui Facebook pribadinya Afifuddin Muhajir pada Kamis (9/2/2023).
Kiai Afif menjelaskan bahwa hal tersebut berlandaskan ajaran Islam yang mendasar, bahwa orang harus mematuhi perjanjian yang tidak melanggar aturan agama.
"Yang bersumber dari ajaran asasi dalam Islam, yaitu wajibnya menghormati dan menaati perjanjian yang tidak melanggar syari'at." lanjut peraih gelar doktor kehormatan dari UIN Walisongo Semarang, Jawa Tengah itu.
Sebelumnya, Nyai Hj Iffah Umniyati Ismail, Anggota Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU), menegaskan bahwa PBB memiliki basis yang bisa disetujui dalam syariat Islam.
Hal itu disampaikan saat memberikan tanggapan pada Muktamar Internasional Fiqih Peradaban I di Hotel Shangri-La Surabaya, Jawa Timur, Senin (6/2/2023).
Hal itu didasarkan pada realitas yang sudah menjadi adat istiadat. Karenanya, hal itu menjadi dalil itu sendiri sesuai dengan kaidah fiqih bahwa adat istiadat itu sudah jadi dalil.
Meskipun ada perbedaan antarnegara bangsa itu, urusan negara itu tetap sama, yaitu memerlukan sistem kontrol demi kemaslahatan.
Nyai Iffah juga mendasarkan permasalahan di atas pada teori maslahah mursalah (kemaslahatan). Karenanya, PBB layak dijadikan sebagai otoritas karena berdiri untuk kepentingan kemaslahatan, harga diri manusia, kedamaian, dan keamanan.
"Maka boleh kita mengatakan bahwa organisasi itu sukses apabila kemaslahatan itu dapat terealisasi. Apabila tidak berhasil, maka yang kita lakukan adalah memperbaiki diri, bukan menghancurkan organisasi (PBB) yang ada itu," kata pengajar di Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Dalam rangka ini, ulama perempuan alumnus Universitas Al-Azhar itu berharap penjelasannya sudah cukup menguraikan dan menjawab kekokohan PBB sebagai otoritas.
"Saya memulai argumentasi dari sumber primer Al-Qur'an, hadits, ijmak, dan sumber sekunder seperti maslahah mursalah. Memerlukan waktu yang lebih banyak lagi untuk menjelaskan secara komprehensif," pungkas Nyai Iffah.
Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan