Jakarta, NU Online
Pagelaran wayang kulit turut meramaikan peringatan 1000 hari wafatnya KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Ciganjur, Jagakarsa, Jakartas Selatan, Rabu (26/9) malam hingga Kamis dini hari.
<>
Pertunjukan yang dibanjiri ribuan penonton ini menampilkan lakon “Kumbokarno Gugur” yang menganologikan ketokohan Gus Dur.
Sang dalang, Ki Enthus Susmono, menggambarkan sosok Kumbokarno selayak raksasa berhati kesatria, berprinsip kebenaran, dan berperangai bijaksana. Namun, risiko pahit harus menimpanya akibat kebusukan politik Dasamuka yang rakus kekuasaan. Kumbokarno akhinya gugur sebagai pahlawan.
Putri sulung Ketua Umum PBNU selama tiga periode ini, Alissa Wahid, mengatakan, wayang adalah salah satu seni tradisi yang sangat digemari ayahandanya. Wayang dinilai mampu menghadirkan pesan positif melalui jalan cerita yang diperagakannya.
“Wayang senantiasa memberikan pelajaran tentang yang baik dan benar. Nah, kita ingin pagelaran kali ini membawa manfaat bagi semua,” tuturnya mewakili Yayasan Bani Abdurrahman Wahid sebagai penyelenggara.
Acara yang digelar di lingkungan Pesantren Ciganjur atau Yayasan A Wahid Hasyim ini juga dimeriahkan sinden asal Amerika Serikat. Tampak hadir pula istri mendiang Gus Dur Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Ketua Umum GP Ansor Nusron Wahid, Kepala Direktorat Pengedaran Uang BI Gatot Sugiono, dan sejumlah pengurus Yayasan Bani Abdurrahman Wahid.
Peringatan 1000 hari kewafatan Gus Dur digelar di berbagai daerah. Untuk di Jakarta, rangkaian acara dimulai sejak Selasa dengan bedah buku “Sang Zahid, Mengarungi Sufisme Gus Dur”. Usai pagelaran wayang kulit, khatmul qur’an, tahlil akbar dan gema shalawat bersama Habib Syekh dijadwalkan Kamis ini. Agenda lain selanjutnya, doa lintas iman, ziarah budaya, pameran, halaqah, konferensi, dan Gus Dur Award.
Redaktur : A. Khoirul Anam
Penulis : Mahbib Khoiron