Ketua Pergunu Jember, KH Abdul Hamid Chidir (kedua dari kiri) bersama pengurus NU Cabang Jember. (Foto: NU Online/Aryudi A Razaq)
Jember, NU Online
Mendung duka menyelimuti Jember. Pasalnya, Kota Suwir-Suwir ini kehilangan salah seorang putra terbaiknya. Beliau adalah KH Abdul Hamid Chidir, Ketua Pimpinan Cabang Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Jember Jawa Timur yang wafat di kediaman putrinya di Magelang, Jawa Tengah, di usia 76 tahun pada Sabtu (16/1).
Kiai Hamid adalah menantu dari KH Abdul Halim Siddiq (Kakak KH Ahmad Siddiq), yang selama ini tinggal di lingkungan Pondok Pesantren Islam Ashri, Talangsari, Kecamatan Kaliwates, Jember. Karena itu, jenazah Kiai Hamid dikebumikan di taman pemakaman keluarga di Talangsari Jember, Ahad (17/1).
Menurut salah seorang putrinya, Yuliana Mahdiat Da’at Arina, ayahnya dalam sebulan terakhir memang berada di Magelang, Jawa Tengah, tepatnya di rumah putri tertuanya. Tujuannya selain, nyambangi anak, juga untuk menghadiri penikahan cucunya dalam waktu dekat.
Namun dalam beberapa hari terakhir, kesehatannya memburuk. Jantung dan paru-parunya bermasalah. Kiai Hamid pun dilarikan ke rumah sakit terdekat. Setelah empat hari dirawat secara intensif, kesehatannya pulih. Dan ia dibawa pulang ke rumah putrinya.
Saat dalam perjalanan pulang, tanda-tanda ia akan ‘pulang’ terbaca dari kata-katanya yang lirih: iki mulih yo (ini pulang ya). Usai berkata-kata dan ‘pamit’ kepada seisi mobil, Kiai Hamid merasakan sesak nafas.
“Tak lama setelah sampai di rumah, tidak sampai setengah jam, abah wafat,” tutur Ning Rina, sapaan akrabnya.
Sekretaris Fatayat NU Jember itu mengungkapkan, ayahnya sering kali memerintahkan dua hal kepada anak-anaknya. Pertama, agar anak-anaknya selalu menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain.
“Di manapun dan dalam posisi apapun, jadilah kalian orang yang bermanfaat,” kata Ning Rina menirukan ungkapan ayahnya.
Kedua, berusahalah menyenangkan orang lain. Jika tidak bisa menyenangkan, minimal jangan menyusahkan orang lain.
“Kata-kata Abah itu insyaallah selalu kami pegang, karena itulah kunci hidup bahagia,” urai Ning Rina yang juga dokter gigi itu.
Ungkapan Kiai Hamid tersebut, tidak hanya untuk orang lain (anaknya) tapi juga diamalkan dalam kehidupannya sendiri.
Menurut tokoh NU Jember, KH Muhammad Hasin, Kiai Hamid adalah sosok yang pendiam tapi banyak kerja. Bahkan sejak masih menjadi pegawai di Departemen Agama (sekarang Kementerian Agama) Jember, ia sudah aktif di NU selain mengurusi pesantren yang diasuh bersama saudaranya.
“Di NU ia aktif walaupun bukan di pengurus harian. Tapi apapun amanah yang diberikan kepadanya, selalu dijalankan dengan sungguh-sungguh. Ia ingin menjadi orang yang bermanfaat baik secara pribadi maupun organisasi,” ujarnya.
Setelah pensiun dari Departemen Agama Jember, pria kelahiran 1 Juni 1945 itu semakin intens bekerja untuk umat. Berbagai jabatan sosial yang pernah disandangnya dan semua dijalani dengan baik. Bahkan saat menjadi pegawai Depag, Kiai Hamid pernah meraih predikat juara dua Keluarga Sakinah Teladan tingkat nasional.
Predikat tersebut tidak gampang diperoleh lantaran menyangkut kehidupan keluarga dan anak-anaknya. Ukurannya adalah ia bisa dijadikan teladan baik sebagai pribadi maupun kepala rumah tangga.
Dan ternyata betul, ke-6 putra-putrinya saat ini menjadi orang sukses di bidangnya masing-masing. Mereka tersebar di Jember, Magelang, Surabaya, Jakarta, dan sebagainya.
“Beliau adalah sosok yang bijaksana, sukses mendidik keluarga, dan layak menjadi teladan,” pungkasnya.
Pewarta: Aryudi A Razaq
Editor: Muhammad Faizin