Mengenang Nyai Addiniyah Idris Marzuki, Sosok Hafidzah yang Penuh Welas Asih
Kamis, 6 Oktober 2022 | 11:30 WIB
KH Ahmad Fahrur Rozi bersama keluarga KH Idris Marzuki dan Nyai Addiniyah. (Foto: Koleksi KH Ahmad Fahrur Rozi)
Ahad (3/10/2022) pukul 23.30 WIB saya menangis tersentak mendengar kabar wafatnya Ibunda Nyai Addiniyah Idris Marzuki. Terbayang indah senyum di wajah welas asih beliau. Ia adalah perempuan berhati emas, berwajah teduh tawadlu yang sangat ramah.
Almarhumah adalah istri almarhum KH Ahmad Idris Marzuki, Pengasuh Pesantren Tahfidzul Qur'an Lirboyo Kediri yang sangat saya hormati bagai ibu saya sendiri. Almarhumah adalah sosok yang alim, hafidzah Al-Qur'an yang mencurahkan seluruh hidupnya untuk mengajar Al-Qur'an, pesantren dan keluarga secara hebat dan luar bisa.
Saya terkenang ketika sowan terakhir ke Ndalem (kediaman) beliau. Beliau memaksa saya berdoa di depan para tamunya meski saya berusaha keras menolak. Saya sungguh malu dan merasa tidak pantas. Tapi beliau memerintahkan saya berdoa meski beliau baru saja datang umrah.
Sekian lama saya berkhidmat melayani alm KH Idris Marzuki, saya tidak pernah melihat beliau marah atau berkata keras. Bu Nyai sangat lembut dan penuh perhatian kepada Kiai Idris. Beliau sendiri yang menyiapkan dan memilih baju, menyiapkan obat untuk kiai ketika akan pergi, mengantar ke bandara dan menjemputnya.
Beliau adalah sosok perempuan pengusaha yang ulet dan cerdas. Beliau mampu mengatur beberapa usaha toko yang maju dan hampir semua urusan ekonomi keluarga kiai ada di tangan beliau. Sementara Mbah Kai Idris fokus kepada pesantren dan ilmu. Saya yang selalu membawakan tasnya ketika pergi ke mana-mana. Beliau adalah Kiai Zuhud yang tidak pernah menghitung uang dan bahkan tidak tahu nomor PIN Atm beliau sendiri.
Sungguh beliau adalah pasangan yang sangat serasi luar biasa. Saya melihat contoh nyata kehidupan keluarga bahagia dan sakinah adalah beliau berdua. Hidup damai saling mengasihi dan tidak ada keributan sama sekali, tidak ada kecemburuan, tetapi mereka berdua percaya dan saling menghargai.
Bu Nyai Din bertutur kata sangat halus dengan menggunakan Bahasa Jawa Kromo inggil kepada siapa pun, bahkan kepada anak muridnya seperti saya. Ia sangat dermawan dan suka bersedekah, termasuk memberikan hadiah pakaian kepada para tamu dan santri. Beliau mempunyai usaha toko pakaian yang cukup besar dan megah di kota Kediri .
Saya bersyukur dahulu sering menemani perjalanan bersama beliau berdua, pergi ke berbagai kota bahkan sampai ke Masjid Al Aqsha di Palestina. Saya melihat bagaimana beliau melayani kiai sepenuh hati, penuh cinta dan penghormatan kepada kiai, istiqamah selalu nderes ngaji.
Nyai Addiniyah adalah wanita shalihah, tekun beribadah, murah hati, ramah, rajin bersedekah, dan taat patuh kepada suaminya. Dia mencurahkan semua sisa hidupnya untuk membimbing santri menghafal Al-Qur'an siang dan malam.
Selamat jalan, Ibunda tercinta. Semoga berjumpa kelak di surga-Nya.
KH Ahmad Fahrur Rozi, santri KH Idris Marzuki, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Pengasuh Pesantren An-Nur 1 Bululawang, Malang, Jawa Timur.