Pengeluaran selama Idul Fitri selalu meningkat. Baju baru dengan segala aksesorisnya, kue-kue, mudik, hingga angpau. Semuanya memerlukan biaya yang cukup menguras isi kantong. Beruntung bagi karyawan tetap karena mereka mendapatkan tunjangan hari raya (THR). Bagi pekerja lepas atau orang-orang dengan penghasilan yang waktu dan jumlahnya tidak pasti, lebaran yang semestinya disambut dengan suka cita, dapat menjadi momok yang memusingkan kepala.
Mengingat Idul Fitri merupakan perayaan tahunan, dengan perencanaan keuangan yang tepat, kesulitan keuangan saat momen tersebut tiba sebenarnya dapat dihindari. Pekerja lepas dapat menganggarkan THR dari pendapatannya sendiri yang ditabung dari bulan Syawal hingga Ramadhan tahun berikutnya.
Kelompok pekerja jenis ini di antaranya arsitek, konsultan, pengacara, artis, desainer lepas, termasuk pengemudi ojol. Bisa saja mereka hanya menjalankan dua atau tiga pekerjaan selama setahun, setelah itu mereka seolah-olah terlihat menganggur. Namun demikian, total pendapatan tahunan mereka nilainya dapat melebihi total gaji bulanan karyawan. Dengan demikian, pekerja jenis ini dituntut memiliki manajemen keuangan yang lebih baik dari karyawan yang jumlah gaji bulanannya dapat pasti.
Baca Juga
Awas! Boncos Finansial Pasca-Lebaran
Selama ini terdapat konsep yang kurang tepat dalam memahami penghasilan dengan menghitungnya secara bulanan, termasuk bagi karyawan. Penghasilan seharusnya dihitung secara tahunan karena terdapat komponen pendapatan di luar gaji bulanan, tetapi juga terdapat THR, bonus, tantiem, komisi atau apapun namanya yang tidak diterima secara rutin, namun menambah total penghasilan. Hal ini akan memudahkan pembuatan anggaran pendapatan dan belanja tahunan.
Pepatah jangan sampai hidup lebih besar pasak daripada tiang mengajarkan kita untuk menyeimbangkan antara pemasukan dan pengeluaran. Pembuatan anggaran pemasukan dan pengeluaran tahunan ini membantu mengelola keuangan sesuai dengan kapasitas. Pengeluaran rutin dapat diperkirakan rata-ratanya setiap bulan, kemudian dijumlahkan selama satu tahun. Dari situ, kemudian dapat dibandingkan dengan penghasilan selama satu tahun.
Tabungan sebagai cadangan sangat diperlukan mengingat pendapatan tahunan pekerja lepas tidak pasti. Bisa saja, dalam satu tahun, menerima banyak penghasilan; namun pada tahun berikutnya, pekerjaan sepi sehingga penghasilan menurun. Semakin besar deviasi atau rentang pendapatan tahunannya, semakin besar cadangan keuangan yang diperlukan.
Guna mengatur supaya sesuai anggaran, masing-masing pos dapat dibuat rekening tersendiri, minimal dibuat dalam tiga rekening, yaitu rekening usaha; rekening operasional bulanan; dan rekening tabungan dan investasi. Pemisahan ini membantu sekaligus mendisiplinkan pengelolaannya. Sebagai contoh, jika anggaran operasional bulanan ditetapkan 5 juta rupiah, maka saldo rekening dengan mudah dapat dipantau. Jika pada tengah bulan jumlah uangnya sudah menipis, maka rencana pengeluaran mesti diperketat.
Demi memastikan kebutuhan hari raya di tahun depan tercukupi, maka strategi yang dilakukan dengan menyisihkan uang setiap kali memperoleh pendapatan. Target yang ditetapkan sesuai kebutuhan selama lebaran atau rata-rata pendapatan bulanan ketika menganggap jumlahnya sama dengan gaji ketiga belas. Di akhir Ramadhan, “celengan” tersebut dapat dibuka untuk memenuhi kebutuhan hari raya.
Selama proses akumulasi, dana THR dapat diinvestasikan di instrumen investasi reksadana pasar uang atau investasi keuangan likuid lainnya yang dapat dicairkan dengan cepat. Targetnya, minimal dapat menjaga nilai uang dari gerusan inflasi.
Baca Juga
Keuangan Islam di Era Global
Jika strategi menyiapkan THR sendiri ini berhasil diterapkan, tak perlu lagi pusing ketika hari raya tiba, sehingga dapat menjalani Idul Fitri dengan tenang serta penuh kegembiraan.
Tantangan terbesar dalam pengelolaan keuangan adalah masalah disiplin. Kadang lupa, malas, atau nanti-nanti saja karena ada kebutuhan lain. Ketika Ramadhan sudah mendekat, baru ketahuan ternyata alokasi dana untuk Idul Fitri belum mencukupi atau bahkan belum ada. Akhirnya, kembali pusing seperti tahun-tahun sebelumnya.
Achmad Mukafi Niam, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta