Opini

Humor, Penangkal Isu SARA

Rabu, 21 Februari 2018 | 08:01 WIB

Oleh Ahmad Yahya

Menghadapi tahun politik, kita harus lebih berhati-hati dalam bersikap dan bertindak, apalagi dalam mengeluarkan statemen ataupun komentar yang mengakibatkan perpecahan dan perselisihan yang memicu munculnya reaksi negatif sesama anak bangsa.  

Persolan dan ketegangan menjelang pemilihan kepala daerah saat ini bisa dihadapi dengan sedikit rileks, santai, dan tidak perlu gontok-gontokan mengedepankan jagoannya masing-masing siapa yang paling ungggul dan gagasannya yang paling oke. Santai sajalah, karena trauma bangsa ini akan penyelenggaraan beberapa pilkada juga masing menyisakan bekas luka, biarpun semuanya mengaku legowo dan selesai. 

Setiap hari kita seringkali menerima tulisan maupun gambar di handphone tentang cerita-cerita ringan, cerita-cerita humor, kadang ya lucu kadang ya tidak, ataupun humor dan guyonan dengan orang-orang terdekat, tetapi sedikit sentuhan seperti itulah kadang kita senyum bahagia dan rileks, suasana tegang menjadi cair. Selera humor masyarakat makin tinggi tatkala manfaatnya bisa dirasakan oleh banyak kalangan, humor juga tidak memandang usia, umur, status dan apa pun itu jenisnya. 

Kita juga bisa mengakses dengan mudah cerita-cerita humor ala Gus Dur lewat online, ataupun pengajian-pengajian Cak Nun yang dikemas dengan sederhana di tambah sentuhan humor tetapi makna yang disampaikan mengena, dan lawakan Cak Lontong yang unik dan khas.    

Lebih dari itu, Gus Dur selalu memberikan pelajaran bagi bangsa ini bahwa semua masalah bisa disikapi secara rileks, dipikirkan lebih jauh dan mendalam tanpa adanya gesekan sesama anak bangsa. Tetapi perlu diakui Gus Dur mempunyai metode tersendiri untuk menyelesaikan persoalan dan problem bangsa tanpa mengorbankan dan terjadinya pertumpahan darah. Itulah uniknya seorang Gus Dur.

Penulis yakin humor bisa membuat suasana pilkada di tahun politik ini bisa lebih tenang dan santai, akan tetapi humor atau guyonannya dengan tidak saling menjatuhkan para pihak dan menghujat, apalagi sampai memunculkan isu-isu SARA dan memicu munculnya berita-berita hoaks. 

Pada dasarnya humor adalah salah satu bentuk budaya yang  bersifat universal. Setiap orang pasti  memiliki rasa humor, perbedaannya hanya orang yang memiliki rasa humor tinggi dan rasa humor yang rendah. Humor adalah suasana hati yang bersifat sementara, dikatakan sementara karena munculnya humor itu terjadi karena humor langsung terjadi.

Humor mungkin sudah ada sejak manusia mengenal bahasa, atau bahkan lebih tua. Humor sebagai salah satu sumber rasa gembira, mungkin sudah menyatu dengan kelahiran manusia sendiri. Humor yang dalam istilah lainnya sering disebut dengan lawak, banyolan, dagelan, dan sebagainya. 

Menurut Sujoko (1982) bahwa humor dapat berfungsi untuk ; pertama melaksanakan segala keinginan dan segala tujuan gagasan atau pesan. Kedua dapat menyadarkan orang bahwa dirinya tidak selalu benar. Ketiga  mengajarkan orang melihat persoalan dari berbagai sudut. Keempat sebagai sarana hiburan. Kelima melancarkan pikiran. Keenam membuat orang mentolelir sesuatu. Ketujuh membuat orang memahami soal pelik. 

Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW tidak melarang kita untuk bercanda tawa, selama dalam kadar yang wajar dan tidak melanggar rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam ajaran Islam. 

Humor adalah sebuah keniscayaan kebutuhan manusia yang tidak bisa dibantah lagi, yang terpenting humor tidak diplintir ke arah perpecahan antarumat dan bangsa. Gitu aja kok repot (Gus Dur). Wallahu a’lam.


Penulis adalah pengagum humor Gus Dur


Terkait