Membagi Peran BUMN Bidang Keuangan dan Mimpi Pengembangan UMKM di Indonesia
Selasa, 26 Januari 2021 | 05:30 WIB
Data Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2019 menunjukkan 62 juta atau 99% usaha di Indonesia adalah UMKM dengan serapan tenaga kerja sebesar 97%. (Foto: medcom)
Oleh: Sugeng Widiarto, M,M
Pada saat pengumuman kabinat Indonesia Maju, Presiden Joko Widodo memberikan pernyataan bahwa kepemimpinan periode kedua ini akan fokus terhadap pengembangan sumber daya manusia melalui penciptaan lapangan pekerjaan dan pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Berbicara lapangan pekerjaan di Indonesia, data Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2019 menunjukkan 62 juta atau 99% usaha di Indonesia adalah UMKM dengan serapan tenaga kerja sebesar 97%. Ini menunjukan bahwa sektor UMKM memiliki peran yang sangat signifikan bagi pengembangan sumber daya manusia dan lapangan pekerjaan. Kebijakan pemerintah untuk lima tahun periode kedua presiden Jokowi ini sudah semestinya fokus dengan mendesain regulasi yang memiliki keberpihakan secara nyata terhadap sektor UMKM dan penyediaan lapangan pekerjaan.
Pemetaaan terhadap kebutuhan pelaku UMKM secara rinci dengan basis data yang akurat dan menerjemahkanya menjadi solusi dalam bentuk regulasi yang tepat, proses partisipatif pelibatan pelaku UMKM dengan dibantu stake holder—organisasi masyarakat yang mempunyai grassroots akan memudahkan pemerintah untuk mendapatkan bahan dalam pengambilan keputusan. Kompleksitas persoalan UMKM juga disebabkan oleh banyaknya regulasi yang bertabrakan antara pusat dengan daerah. Dengan hadirnya Omnibus Law diharapkan ada kejelasan satu pintu regulasi yang mengatur hulu hingga hilir kebutuhan UMKM di Indonesia.
Sebagai langkah awal, Presiden Joko Widodo bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) sedang menggodok penertiban dua undang-undang yaitu undang-undang cipta lapangan kerja dan undang-undang pemberdayaan UMKM melalui Omnibus Law. Kementerian BUMN juga bergerak cepat dengan berencana melakukan sinergi BUMN bidang keuangan yang akan fokus terhadap UMKM dengan target efisiensi, efektivitas, sinergi data dan akses permodalan yang mudah dan murah. BUMN yang rencananya akan disinergikan adalah PT. Bank Rakyat Indonesia, PT. Pegadaian dan PT. Permodalan Nasional Madani. Langkah Kementerian BUMN untuk mensinergikan beberapa BUMN yang akan fokus terhadap pembiayaan UMKM patut diapresiasi sebagai langkah cerdas, namun tentunya harus melalui kajian yang komprehensif sehingga tujuan terciptanya efisiensi, efektivitas, sinergi data dan akses permodalan yang murah bagi UMKM bisa tercapai.
Dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 Bab 1 Ketentuan Umum pasal 1 poni 1, yang dimaksud dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Dilanjutkan dalam pasal 2 maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah tertera pada ponit a,berbunyi :memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya, dan ponit e, berbunyi 'turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat'.
Melihat maksud dan tujuan pendirian BUMN seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003, idealnya peran dan fungsi BUMN khususnya bidang jasa dan layanan keuangan bukan hanya fokus terhadap penerimaan negara semata, tetapi mampu memberikan akses yang mudah dan mampu dijangkau oleh pengusaha golongan ekonomi lemah, mikro dan ultramikro. Peran ganda yang secara bisnis 'kurang nyambung' ini seyogianya bisa segera mendapatkan solusi dengan pembagian segmentasi BUMN bidang jasa keuangan yang terkoordinasi dalam satu dirigensinergi BUMN UMKM.
Tumpang tindih regulasi UMKM
Pemerintah membagi kedudukan dan fungsi Badan Usaha Milik Negara bidang keuangan menjadi dua yaitu Lembaga Keuangan Bank (LKB) dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB), BUMN perbankan di Indonesia terdiri dari PT. Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT. Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT. Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN). Sedangkan BUMN LKBB terdiri dari PT. Danareksa, PT. Pegadaian, PT. Permodalan Nasional Madani dan PT. Bahana Pembinaan Usaha Indonesia. Undang-undang dan peraturan pemerintah mengatur peran dan fungsi kedelapan BUMN keuangan di atas dengan segmentasi dan fokus garapan yang berbeda-beda tentunya agar mampu mengoptimalkan seluruh tingkatan masyarakat berdasarkan klasifikasi besaran usaha serta kebutuahan permodalan dan layanan jasa keuangan.
Realitas di lapangan, bahwa beberapa BUMN perbankan yang mestinya fokus terhadap peningkatan keuntungan perusahaan sebagai penerimaan negara melaui kegiatan bisnisnya, justru dilibatkan dalam program pembiayaan usaha kecil dan mikro yang secara bisnis keuangan kurang menguntungkan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa bisnis keuangan di sektor ultramikro dan mikro kurang menarik bagi perbankan, mengingat jumlah nasabah di sektor ini sangat banyak, tetapi besaran kredit yang disalurkan masing-masing nasabah tergolong kecil. Hal ini mengakibatkan cost operation yang tinggi dan margin yang sedikit.
Survei Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) 2018, tercatat baru 55,7 % orang dewasa yang memiliki akun lembaga keuangan formal, separo lebih pelaku usaha ultra mikro, mikro dan kecil menengah belum terlayani oleh sektor perbankan. Hal ini menunjukan bahwa masih sangat banyak kelompok usaha paling bawah yang menggunakan layanan lembaga keuangan non formal bahkan tidak sedikit yang terpaksa harus memakai jasa keuangan ilegal rentenir. Persoalan tersebut bukan semata-mata disebabkan oleh keterbatasan jangkauan layanan perbankan semata, tetapi lebih disebabkan karena prosedur dan persyaratan perbankan yang kurang sederhana dan cukup sulit dipenuhi bagi kelompok usaha paling bawah. Sangat bijak apabila intervensi kebijakan pemerintah untuk menjangkau kelompok usaha paling bawah mengoptimalkan peran lembaga keuangan non perbankan yang selama ini sudah memiliki pengalaman di bidang tersebut, seperti PT. Pegadaian dan PT.Permodalan Nasional Madani, sedangkan untuk memperkuat permodalan bisa ditunjuk salah satu BUMN perbankan yang karakteristik dan layanannya memiliki kemiripan dengan kedua lembaga tersebut.
Tumpang tindih penanganan terhadap akses pembiayaan UMKM menjadi salah satu faktor belum berhasilnya program pemerintah di bidang UMKM. Dari delapan BUMN jasa keuangan dan perbankan, PT. Pegadaian dan PT. Permodalan Nasional Madani memiliki kapasitas kelembagaan, budaya kerja dan infrastruktur penunjang paling memadai untuk fokus terhadap pengembangan UMKM, tentunya dengan beberapa perbaikan baik dari sisi regulasi maupun manajemen tata kelola perusahaan.
Re-definisi Ultramikro dan UMKM
Dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah, kriteria usaha mikro adalah memiliki kekayaan bersih paling banyak 50 juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak 300 juta rupiah. Istilah ultramikro tidak masuk dalam undang-undang tersebut. Kemudian baru dimunculkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 95 tahun 2018 yang memberi tugas kepada badan Layanan Umum (BLU) Pusat Investasi Pemerintah (PIP) kementerian keuangan RI sebagai pelaksana program dengan skema linkage dengan tiga BUMN yaitu PT. Pegadaian, PT. PNM dan PT. BAV. Walaupun tidak dijelaskan secara rinci tentang definisi dan kriteria ultramikro. Variasi definisi dan kriteria ultra mikro, mikro, usaha kecil dan menengah juga diterbitkan oleh Kementerian Koperasi dan UKM, perpajakan juga Bank Indonesia.
Mendefinisakan kembali istilah mikro dan ultramikro menjadi sangat penting untuk menentukan klasifikasi kebutuhan dan layanan permodalan yang dibutuhkan. Langkah ini akan menjadi alat diagnosa awal pemerintah sebelum menentukan regulasi yang komprehensif terhadap pengembangan UMKM, berlaku menyeluruh bagi kementerian, lembaga dan pemerintah daerah sesuai dengan arah kebijakan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang Presiden Joko Widodo.
BUMN bidang UMKM dan Ultramikro
Dengan mempertimbangan semua aspek yang meliputi dasar hukum, historis, portofolio, konfigurasi kelembagaan dan kemampuan daya jangkau terhadap pelaku UMKM, PT. Bank Rakyat Indonesia, PT. Pegadaian dan PT. Permodalan Nasional Madani adalah tiga BUMN yang tepat untuk fokus di bidang UMKM. PT. Bank Rakyat Indonesia adalah perbankan dengan total aset 1300 triliun lebih (periode Januari-Juni 2020) dan memiiki cabang dan kantor unit pelayanan tersebar di seluruh Kabupaten/Kota bahkan kecamatan se-Indonesia. PT. Pegadaian dengan kekuatan layanan gadai yang sederhana dan sangat mudah di akses oleh kelompok usaha paling bawah. PT. PNM dengan fokus market pedagang kecil di pasar-pasar tradisional serta kelompok ibu rumah tangga, dengan status BUMN sehat dan terpenuhinya beberapa persyaratan untuk fokus terhadap pengembangan UMKM dan ultramikro. Ketiga BUMN tersebut layak untuk kita dorong melakukan sinergi data, peningkatan efisiensi dan efektivitas serta permodalan yang murah dan mudah bagi pelaku usaha ultramikro, mikro, kecil dan menengah di Indonesia.
Yang tidak kalah penting bentuk dari sinergi tersebut diharapkan tidak mengubah budaya perusahaan, karakteristik, dan status hukum dari ketiga lembaga yang akan disinergikan. Sehingga tidak pas apabila opsi yang dimunculkan adalah akuisisi atas satu atau dua dari yang lain, karena akibat yang akan timbul justru menjadi pekerjaan rumah tambahan yang semakin mempersulit percepatan target dan tujuan awal sesuai harapan kita semua.
Penulis adalah Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatu Ulama (ISNU) dan Sosialpreneur.