Opini

Pemilu, Golput Bukan Pilihan

Selasa, 16 April 2019 | 06:30 WIB

Pemilihan umum dalam demokrasi Barat merupakan salah satu implementasi dari kedaulatan rakyat, dengan alasan agar hak-hak rakyat dapat tersalurkan. Sehingga, apapun alasannya ketika perlu mengambil keputusan terkait hak rakyat maka akan dilakukan pemilihan umum. 

Untuk penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia dilaksanakan dalam rangka untuk memenuhi kedaulatan rakyat yang merupakan suatu praktek ketatanegaraan untuk mengisi jabatan publik. Hal tersebut dapat berupa pemilihan kepala daerah, legislatif maupun presiden dan wakil presiden. 

Menurut UU No.7 tahun 2017 disebutkan bahwa Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.  

Pemilu di tahun 2019 ini menjadikan banyak orang yang menyebut bahwa tahun 2019 adalah tahun politik. Karena secara berturut-turut sejak tahun 2018 dilaksanakan pilkada serentak yang selanjutnya di tahun 2019 ada kontestasi politik secara nasional dan melibatkan banyak pihak dalam penyelenggaraan pemilu 2019, yang dalam sejarah baru pertama kali memilih secara bersamaan Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. 

Pemilu tahun 2019 diikuti oleh tiga katagori peserta yaitu pasangan calon untuk calon presiden dan wakil presiden, partai politik untuk calon legislatif DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, dan perseorangan untuk calon anggota DPD. 

Telah ditetapkan oleh KPU bahwa ada 16 Partai nasional dan 4 partai lokal Aceh serta dua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang akan dipilih langsung oleh masyarakat Indonesia. 

Pemilu ini merupakan salah satu kegiatan penting bagi bangsa Indonesia, sebab akan menentukan perjalanan Indonesia pada lima tahun mendatang yang nahkoda pelaksana pemerintahannya akan kita pilih sendiri. 

Hal ini lah yang mungkin akan menjadikan pemerintahan Indonesia berjalan lebih baik atau bahkan lebih buruk pada kehidupan di tahun-tahun berikutnya. Karenanya, partisipasi atau peran serta masyarakat sangat diperlukan dan proses pemilu untuk turut mengawal pemilu agar tidak menimbulkan persoalan yang dapat mengganggu perjalanan bangsa ini di masa mendatang.

Beberapa waktu lalu, ada sebagaian kelompok masyarakat yang menyatakan akan golput (tidak menggunakan hak pilih) dalam pemilu 2019 yang dilaksanakan pada 17 april 2019 mendatang. Mereka yang memilih untuk golput ini menyatakan kecewa atas dua calon presiden yang ada. 

Hal ini tentu disayangkan, karena akan berpengaruh pada masyarakat yang lain yang mungkin dijadikan alasan yang sama untuk golput juga. Padahal kita semua tahu bahwa ada keterbatasan kemampuan manusia, tentu tidak ada manusia yang sempurna, akan tetapi dalam kontestasi ini adalah memilih yang terbaik dengan segala kekurangan yang dimiliki. 

Ketua Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Lampung KH Munawir saat ditanya terkait penggunaan hak pilih masyarakat dalam pemilihan umum menyampaikan bahwa pemilihan umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi dan kepentingan bangsa. Memilih pemimpin dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah dan imarah dalam kehidupan bersama. (NU Online)

Menurut KH Munawir, Imamah dan Imarah dalam Islam, harus sesuai dengan  syarat-syarat sesuai ketentuan agar terwujud kemaslahatan dalam masyarakat. 

Beliau menegaskan bahwa memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa, jujur (siddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan kepentingan umat Islam hukumnya adalah wajib. Memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat tersebut atau tidak memilih sama sekali, padahal ada calon yang memenuhi syarat, maka hukumnya haram.

Paparan KH Munawir sudah sangat jelas bahwa umat Islam dianjurkan untuk memilih pemimpin pemerintahan dan wakil-wakilnya yang mampu mengemban tugas amar ma’ruf nahi munkar. Umat Islam tidak dibenarkan untuk golput atau tidak menggunakan hak pilih, jika golput akan berdampak pada gagalnya pemilihan umum dan rusaknya tatanan pemerintahan, maka hukumnya haram. 

Apabila akibat tindakan golput ternyata justru menjadikan hasil yang berdampak pada rusaknya tatanan pemerintahan, maka yang akan banyak menanggung dampak tersebut juga adalah keturunan kita kelak.

Bahkan kita tahu dalam UU Nomor 7 tahun 2017 pasal 5 masyarakat yang menyandang disabilitas yang memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama sebagai pemilih, sebagai calon anggota DPR, sebagai calon anggota DPD, sebagai calon Presiden/Wakil Presiden, sebagai calon anggota DPRD, dan sebagai Penyelenggara Pemilu.

Hal tersebut tentu menjadi gambaran tentang pentingnya berpartisipasi dalam pemilihan umum termasuk pada gelaran Pemilu 2019 yang merupakan hajat bersama seluruh masyarakat Indonesia demi masa depan dan tatanan bangsa Indonesia yang lebih baik. Maka, kita harus memilih, dan golput bukan pilihan, sebab sikap acuh yang tidak peduli terhadap pemilu akan berdampak pada kehidupan yang akan dijalani oleh anak cucu kita di masa-masa mendatang. 

Selain kebaikan yang akan dihasilkan, partisipasi kita juga akan menjadi catatan dalam sejarah sebagai salah satu pelaku sejarah yang untuk pertama kalinya pemilu dilaksanakan untuk memilih secara bersamaan Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. 

Apa yang terjadi saat ini akan menentukan kondisi Indonesia selama lima tahun mendatang, dan meninggalkan jejak pada perjalanan Indonesia masa-masa berikutnya.  Menjadi tugas kita semua masyarakat Indonesia yang masih memiliki kepedulian terhadap masa depan bangsa Indonesia  untuk mengajak masyarakat berpartisipasi dalam pesta rakyat Pemilu 2019 dengan cara menjadi penyelenggara pemilu, mengawasi pemilu dan minimal menggunakan hak pilihnya di tempat pemungutan suara (TPS) pada tanggal 17 April 2019 dalam kontestasi Pemilu 2019 ini. Pemilih berdaulat, Negara kuat.

Khotim Fadhli, PC LDNU Jombang


Terkait