Kaligrafi tambah ngetren saja. Seperti bom, ledakannya berdentuman ke mana-mana. Setidaknya, itu terdengar dari arena MTQ (مسابقة تلاوة القرآن) Provinsi Jawa Barat Ke-37, Aceh, dan Kalimantan Utara yang tengah berjalan, setelah pandemi Covid-19 ngasih aba-aba mau pergi meninggalkan kita.
Sebelumnya, MTQ sukses di DKI Jakarta, Papua Barat, Banten, Kepulauan Bangka Belitung, Jambi, Kalimantan Timur dan lain-lain. di ujung pandemi yang serasa masih mengerikan. Akan menyusul beberapa hari lagi MTQ dan seleksi Al-Qur'an Provinsi Riau, NTB, dan Sumatera Barat.
Puncak ledakannya akan berdentum lebih menggelegar di bulan November pada saat MTQ Nasional XXIX/2022 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Seperti musik orkestra: nada, irama, gaya, garis, warna, volume, cahaya, ruang, bidang, dan kualitas estetiknya seirama dan sama-sama hebatnya.
Dari sayembara hitam putih Naskhi dan Tsulus sederhana di MTQ Nasional XI/1981 di Banda Aceh, kaligrafi kini berkembang pesat. Musabaqah Khat Al-Qur'an (MKQ) atau Seni Kaligrafi Al-Qur'an yang semula disebut golongan penulisan buku kemudian jadi golongan naskah ini melombakan kepiawaian mengolah khat-khat Naskhi, Tsulus, Farisi, Diwani, Diwani Jali, Kufi, dan Riq'ah.
Kini peserta tidak hanya menguasai "mazhab huruf" tapi meloncat ke "mazhab guru" yang jadi modal bersaing dalam kompetisi-kompetisi kaligrafi internasional di Turki, Irak, Iran, Pakistan, Yordania, Maroko, Brunei Darussalam, dan Malaysia. Pelajaran dari MTQ di dalam negeri jadi kendaraan untuk merebut prestasi di luar negeri. Dan, alhamdulillah, para khattat muda Indonesia, kini, sudah mulai merebut kejuaraan-kejuaraan dalam ajang world competitions tersebut.
Golongan hiasan mushaf dan dekorasi semakin berkembang dapat dilihat pada:
Baca Juga
Ledakan Bom Kaligrafi di Tengah Pandemi
• Gagasan desainnya yang tambah beragam,
• Bahasa rupa dengan kekayaan warna dan ornamen yang visioner,
• Unsur aksara yang sempurna berpadu antara kebenaran kaidah dan keindahan tata susunnya,
• Aplikasi karya di luar MTQ, seperti pameran, penulisan mushaf daerah, dekorasi mesjid dan gedung-gedung lain, suvenir, dan, tentu saja, permintaan pasar dari para pembeli yang mengantre. Lapak-lapak online kaligrafi bermunculan dan dibuka di mana-mana, menjual lukisan dan buku kaligrafi, peralatan rupa-rupa kalam dan kuas, tinta, cat, ragam kertas, kanvas, dan lain-lain.
Puncaknya, ledakan kaligrafi kontemporer sebagai golongan bungsu termuda. Bukan hanya pelukis, santri dan peserta MKQ tiga golongan pun ikut hanyut dan banyak yang hijrah ke kaligrafi kontemporer. Selain mengasyikkan karena dapat dilukis dengan kebebasan ekspresi penuh, kaligrafi kontemporer tradisional, simbolik, figural, ekspresionis, dan abstrak juga jadi "gula-gula" karena berhasil mengangkat kaligrafi jadi lapangan usaha yang menggiurkan. Duh, asyiknyaaa....
Di sebelah kanan, muncul kaligrafi digital pada MTQ Korpri nasional. Disempurnakan lagi oleh lomba kaligrafi batik Kemenag di sisi sebelah kirinya. Karir kaligrafer meningkat, unek-unek ide terekspresikan, nomina rupiah melimpah ruah.
Kaligrafi sebagai rahmatan lil khattatin telah dibuktikan dalam hiruk-pikuk kegiatan terutamanya para kaligrafer MTQ yang "nomadik" (pergi lomba sana-sini biar jadi juara sana-sini); menghasilkan karya seni yang merupakan kombinasi antara bentuk dan fungsi untuk beramal, memuliakan Al-Qur'an, dan meraup pundi-pundi dolar, riyal, dan rupiah.
Pandemi Corona sama sekali tidak menyurutkan para kaligrafer muda untuk berinovasi, malah melahirkan karya-karya baru yang semakin unik dan cantik dahsyat-dahsyat. ماشاء الله, ya Allah, saya jadi senaaaang melihatnya.
"Duaaaaaarr!!!" bom kaligrafi teruuuuus meledak-ledak. Tapi para kaligrafer malah happyyyyy menikmati cipratannya.
Sumedang, 24 Juni 2022
Didin Sirojuddin AR, pendiri Lemka, dosen Fakultas Adab dan Humaniora