Opini

Teguh, Teduh Bersaudara dalam Bingkai NKRI

Ahad, 5 Mei 2019 | 07:30 WIB

Oleh: Abdul Muiz Ali*

Judul di atas terilhami dari acara Silaturrahim Nasional dalam rangka Hari Jadi ke-282 Pondok Pesantren Sidogiri, beberapa waktu lalu, tepatnya lima hari setelah Pemilu. Silaturahim ini dihadiri KH Yahya Cholil Staquf (Katib Aam PBNU), Saad Ibrahim (Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur) dan Habib Muhammad Hanif bin Abdurrahman Al-Attas (Ketua Umum Front Santri Indonesia-FPI).
Acara di Pondok Pesantren Sidogiri yang menghadirkan tiga narasumber dari perwakilan tiga ormas ini seperti sedang mengingatkan kita, saya khususnya, bahwa beda cara, apalagi beda pilihan jangan sampai mengorbankan tujuan yang lebih mulia; Beragama dan bernegara dengan menjunjung tinggi persatuan dan keutuhan. 
Dalam konteks pascapemilu, ada yang lebih penting dari sekedar mempertahankan suksesi kepemimpinan lima tahunan, yaitu teguh merawat dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia, teduh dalam persatuan dan terus merajut ukhuwah (persaudaraan) sesama anak bangsa. Hasil Pemilu serahkan kepada pihak KPU dengan tetap menjaga nilai-nilai luhur demokrasi.

Membangun Harmonisasi dan Menjaga NKRI
Islam adalah agama yang selalu menyeru pesan damai, bukan saja khusus bagi pemeluknya, tapi juga kepada semua pemeluk agama lain. Inilah hakikat Islam Rahmatan lil 'alamin yang menjadi tren cara berkehidupan umat Muslim dunia, terlebih di Indonesia yang terdiri dari berbagai ras, suku, budaya dan agama. 
Harmonisasi rakyat Indonesia sudah berjalan lama; hidup secara damai, berdampingan, gotong royong dengan tetap menghormati agama dan budaya masing-masing. Akar keharmonisan yang berjalan lama di Indonesia karena sama-sama didasari saling menjaga tiga pilar persaudaraan, yaitu; persaudaraan sebangsa dan setanah air (ukhuwah wathaniyah), persaudaraan sesama pemeluk agama Islam (ukhuwah Islamiah), dan persaudaraan sesama manusia (ukhuwah Insaniyah).
Semangat dan kokohnya tiga pilar persaudaraan diatas dalam rangka menjaga NKRI dianggap linier dengan hasil keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia yang berbunyi;
  1. Kesepakatan bangsa Indonesia untuk membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai ikhtiar untuk memelihara keluhuran agama dan mengatur kesejahteraan kehidupan bersama, adalah mengikat seluruh elemen bangsa.
  2. Pendirian NKRI adalah upaya final bangsa Indonesia untuk mendirikan negara di wilayah ini.
  3. Wilayah NKRI dihuni oleh penduduk yang sebagian besar beragama Islam, maka umat Islam wajib memelihara keutuhan NKRI dan menjaga dari segala bentuk pengkhianatan terhadap kesepakatan dan upaya pemisahan diri (separatisme) oleh siapapun dengan alasan apapun.
  4. Dalam rangka menghindarkan adanya pengkhianatan dan/atau pemisahan diri (separatisme) negara wajib melakukan upaya-upaya nyata untuk menciptakan rasa adil, aman dan sejahtera secara merata dan serta penyadaran terhadap elemen-elemen yang cenderung melakukan pengkhianatan atau separatisme.
  5. Upaya pengkhianatan terhadap kesepakatan bangsa Indonesia dan pemisahan diri (separatisme) dari Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sah, dalam pandangan Islam termasuk bughat. Sedangkan bughat adalah haram hukumnya dan wajib diperangi oleh negara.
  6. Setiap orang, kelompok masyarakat, lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi yang melibatkan diri, baik secara terang-terangan maupun tersembunyi, dalam aktivitasnya yang mengarah pada tindakan pemisahan diri (separatisme) dari NKRI adalah termasuk bughat. 
Anggota Komisi Fatwa MUI dan Pengurus Lembaga Dakwah PBNU


Terkait