Pimpinan Komisi XI DPR: Pajak Sembako Bisa Ganggu Pemulihan Ekonomi
Selasa, 8 Juni 2021 | 11:03 WIB
Jakarta, NU Online
Wakil Ketua Komisi XI DPR, Fathan Subchi menjelaskan, wacana pemerintah untuk menerapkan pajak pertambahan nilai (PPN) atas bahan pokok dari sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan memicu kontroversi di masyarakat. Wacana ini dinilai kontraproduktif bagi upaya recovery (pemulihan) ekonomi yang saat ini masih terpukul akibat pandemik Covid-19.
“Kami paham bahwa pemerintah harus memperluas basis pajak untuk meningkatkan pendapatan negara. Namun ketika wacana ini disampaikan dalam waktu yang kurang tepat apalagi menyangkut bahan pokok yang menyangkut hajat hidup orang banyak, maka hal itu hanya akan memicu polemik yang bisa menganggu upaya pemulihan ekonomi,” ujar Fathan Subchi, Senin (7/6) dalam keterangan tertulisnya.
Dia menjelaskan, pihaknya telah menerima Rancangan Undang-Undang (RUU) Kententuan Umum Perpajakan (KUP). Dalam RUU KUP tersebut memang disebutkan ada tiga opsi skema tarif untuk menetapkan PPN Bahan Pokok yakni tarif umum dipatok 12 persen, tarif rendah sesuai skema multitarif 5 persen, dan tarif final dipatok 1 persen.
“Skema penetapan tarif PPN untuk komoditas bahan pokok ini pertama kali dimunculkan karena di undang-undang sebelumnya 11 bahan pokok bebas pajak, bahkan Mahkamah Konstitusi (MK) melebarkan pemaknaan 11 bahan pokok itu menjadi apapun komoditas yang vital bagi masyarakat,” kata Fathan.
Fathan mengakui jika di beberapa negara lain komoditas bahan pokok juga menjadi objek pajak. Tetapi, apa yang terjadi di negara lain tidak bisa diterapkan begitu saja di Indonesia.
“Ada perbedaan konteks seperti stabilitas harga komoditas, kepastian serapan pasar hasil panen, dan beberapa indikator lain yang kebetulan di Indonesia masih belum stabil,” ucap dia.
Sekretaris Fraksi PKB ini mengungkapkan rata-rata harga komoditas bahan pokok di Indonesia masih belum stabil. Dia mencontohkan fluktuasi harga gabah yang kerap merugikan petani. Pun juga serapan hasil panen beberapa komoditas bahan pokok yang kerap belum terjamin.
“Kalau mau menaikan pajak harus diimbangi kemampuan pemerintah dalam menyetabilkan harga termasuk memastikan serapan hasil panen,” ujar Fathan.
Ia juga menyoroti momentum digulirkannya wacana PPN untuk bahan pokok. Saat ini situasi perekonomian makro masih belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi Covid-19. Pertumbuhan ekonomi pun masih minus.
“Memunculkan wacana pajak bahan pokok di saat perekonomian belum sepenuhnya pulih akan memberikan dampak negatif seperti penurunan daya beli masyarakat, meningkatkan biaya produksi, hingga menekan psikologis petani. Harusnya pemerintah lebih hati-hati dalam mengulirkan wacana yang sensitif,” tandas Fathan.
Pewarta: Fathoni Ahmad